“Jangan sampai ITPLN hanya memproduksi skripsi dan jurnal yang tidak pernah menyentuh realitas lapangan. Era RUPTL baru menuntut kampus untuk turun ke lini proyek, bukan hanya berhenti di laboratorium,” tegas Tohom.
Tohom yang juga CEO dan Pendiri Wahana News Group ini menambahkan bahwa ITPLN punya modal sosial dan teknis yang unik dibanding perguruan tinggi lainnya karena memiliki akses langsung pada ekosistem PLN.
Baca Juga:
Ikut Partisipasi Kurangi Emisi Karbon, ALPERKLINAS Apresiasi Langkah Wings Group Pasang PLTS Atap di 8 Pabriknya
Namun, akses itu harus diikuti dengan keberanian membangun unit task force khusus untuk mendampingi percepatan RUPTL.
“Kalau ITPLN berani menyusun tim respons cepat bidang engineering dan risk management, maka bukan hanya PLN yang diuntungkan, tetapi Indonesia akan memiliki pusat cadangan teknokrat untuk transisi energi yang lebih mandiri,” ungkapnya.
Lebih jauh, Tohom menegaskan bahwa publik sebagai konsumen listrik berkepentingan penuh atas keberhasilan RUPTL 2025-2034.
Baca Juga:
Pendanaan Fosil Dunia Turun 78 Persen, Tapi Jerman dan AS Masih Gelontorkan Dana
Ia mengingatkan bahwa setiap keterlambatan eksekusi program RUPTL pada akhirnya akan berdampak pada tarif, reliabilitas pasokan, dan kecepatan akses energi di daerah.
Karena itu, ia mendorong ITPLN untuk membuka dashboard capaian riset dan performa kontribusi nyata kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas akademik.
“Kalau ITPLN berani transparan soal capaian kontribusinya terhadap RUPTL, maka tingkat kepercayaan publik akan meningkat drastis. Ini sekaligus akan menempatkan ITPLN tidak hanya sebagai kampus teknik, tetapi sebagai pusat legitimasi teknis nasional,” pungkasnya.