Di sisi lain, Tohom yang juga merupakan Pendiri Monitoring Konsumen Listrik Indonesia (MKLI) ini mengatakan bahwa sektor ini memerlukan lebih banyak perhatian dalam hal regulasi dan transparansi.
"Pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam proyek pengolahan sampah ini mendapatkan akses yang setara terhadap informasi, serta dijamin kepastian hukum yang jelas agar tidak menimbulkan kendala di lapangan," ungkapnya.
Baca Juga:
China Akan Investasi 3 Triliun Bangun PLTA di Kaltim, ALPERKLINAS Sebut Komitmen Energi Bersih Semakin Jelas
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan juga menyatakan bahwa bisnis pengolahan sampah menjadi energi ini memiliki potensi besar untuk berkembang di Indonesia.
Menurut Zulhas, meskipun banyak investor yang tertarik, proses birokrasi yang rumit sering menjadi penghalang utama bagi investor untuk masuk.
"Saat ini, banyak investor yang sudah mengantri, tetapi karena prosesnya rumit, banyak yang memilih mundur. Pemerintah harus menciptakan regulasi yang memudahkan mereka," kata Zulkifli Hasan.
Baca Juga:
Berhasil Listriki 90 Persen Negaranya dari Tenaga Air, ALPERKLINAS Apresiasi Rencana Kerja Sama Indonesia–Tajikistan Bangun PLTA di Kalimantan
Dalam hal ini, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menyebutkan bahwa bisnis pengolahan sampah menjadi energi memiliki prospek yang menjanjikan dengan waktu balik modal sekitar 5-6 tahun.
Pandu Sjahrir, Chief Investment Officer (CIO) BPI Danantara, mengungkapkan bahwa meskipun sektor ini belum menarik banyak investor di Indonesia, negara-negara seperti Singapura, Jepang, dan China telah menunjukkan minat besar terhadap teknologi ini.
Pandu juga menambahkan bahwa selain investasi finansial, sektor ini memerlukan teknologi yang tepat untuk menghindari masalah lingkungan yang lebih besar.