KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mengapresiasi kebijakan pemerintah yang baru-baru ini menetapkan tarif listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebesar 18-20 sen per kilowatt hour (kWh).
Keputusan ini, menurut Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, merupakan langkah positif dalam mendukung pemanfaatan sampah sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan menguntungkan.
Baca Juga:
Memperingati Hari Konsumen Nasional, ALPERKLINAS Sebut 2025 Tahun Standarisasi Material Maupun Konstruksi Ketenagalistrikan
Menurut Tohom, pengelolaan sampah menjadi energi listrik melalui teknologi PLTSa bukan hanya memberikan solusi terhadap permasalahan lingkungan, tetapi juga membuka peluang bisnis yang besar di Indonesia.
"Inisiatif ini sejalan dengan upaya kita untuk mengurangi dampak negatif sampah, sekaligus menciptakan sumber energi yang terbarukan," ujar Tohom di Jakarta, Senin (14/4/2025).
Tohom menambahkan bahwa tarif yang ditetapkan pemerintah, meski sedikit lebih tinggi daripada tarif listrik dari PLTSa yang ditetapkan PLN sebelumnya, memberikan insentif yang cukup bagi investor untuk terlibat dalam sektor ini.
Baca Juga:
PLN Butuh Investasi Rp 2.721 T, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Buat Regulasi Ciptakan Pembiayaan
"Tarif 18-20 sen per kWh memberikan sinyal positif bagi investor, baik domestik maupun asing, untuk lebih tertarik dalam mengembangkan teknologi dan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi," jelas Tohom.
Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi pengolahan sampah, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama dalam bisnis energi terbarukan berbasis sampah.
Tohom menilai, kebijakan ini mendukung pengembangan sektor industri hijau yang akan memberikan dampak jangka panjang bagi perekonomian dan keberlanjutan lingkungan.
Di sisi lain, Tohom yang juga merupakan Pendiri Monitoring Konsumen Listrik Indonesia (MKLI) ini mengatakan bahwa sektor ini memerlukan lebih banyak perhatian dalam hal regulasi dan transparansi.
"Pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam proyek pengolahan sampah ini mendapatkan akses yang setara terhadap informasi, serta dijamin kepastian hukum yang jelas agar tidak menimbulkan kendala di lapangan," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan juga menyatakan bahwa bisnis pengolahan sampah menjadi energi ini memiliki potensi besar untuk berkembang di Indonesia.
Menurut Zulhas, meskipun banyak investor yang tertarik, proses birokrasi yang rumit sering menjadi penghalang utama bagi investor untuk masuk.
"Saat ini, banyak investor yang sudah mengantri, tetapi karena prosesnya rumit, banyak yang memilih mundur. Pemerintah harus menciptakan regulasi yang memudahkan mereka," kata Zulkifli Hasan.
Dalam hal ini, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menyebutkan bahwa bisnis pengolahan sampah menjadi energi memiliki prospek yang menjanjikan dengan waktu balik modal sekitar 5-6 tahun.
Pandu Sjahrir, Chief Investment Officer (CIO) BPI Danantara, mengungkapkan bahwa meskipun sektor ini belum menarik banyak investor di Indonesia, negara-negara seperti Singapura, Jepang, dan China telah menunjukkan minat besar terhadap teknologi ini.
Pandu juga menambahkan bahwa selain investasi finansial, sektor ini memerlukan teknologi yang tepat untuk menghindari masalah lingkungan yang lebih besar.
"Kita butuh investor yang berpengalaman dalam mengelola sampah di kota-kota besar dunia," ujarnya.
Ke depannya, sektor pengolahan sampah menjadi energi diharapkan bisa berkembang lebih cepat dengan adanya kebijakan yang mendukung, terutama dalam hal penyederhanaan proses investasi dan pengelolaan sampah.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]