WahanaNews.co-Konsumenlistrik, Jakarta – Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memutuskan untuk menutup sementara kantornya di wilayah Eropa lantaran biaya energi yang tinggi.
Situasi krisis energi yang menghantam Eropa masih terus memberikan dampak yang luar biasa.
Baca Juga:
PLN Pasok Energi Hijau pada Peringatan HUT ke-79 Pertambangan dan Energi
Markas PBB di Jenewa, Swiss, Palais des Nations akan ditutup selama minggu depan, hingga 12 Januari, karena krisis likuiditas. Pejabat dari Kantor PBB di Jenewa (UNOG) mengatakan tagihan listrik telah meningkat lebih dari 340% selama tiga tahun terakhir sejak 2021.
Untuk menghemat pengeluaran, Palais des Nations telah memutus semua eskalator dan secara drastis mengurangi penggunaan pemanas meskipun musim dingin.
"Meskipun saya khawatir bahwa krisis likuiditas saat ini memang berdampak pada operasi kami, saya yakin bahwa langkah-langkah yang kami ambil diambil dapat mengurangi dampak negatif ini," kata Kira Kruglikova, direktur administrasi UNOG kepada Swiss.info yang dikutip Express, Jumat (5/1/2024) seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Minggu (7/1/2024).
Baca Juga:
Kemenperin Dorong Pemanfaatan Hidrogen dalam Pengembangan Energi Terbarukan
"Penutupan layanan tersebut membuat negara-negara anggota memahami bahwa anggarannya lebih besar daripada yang berada di zona merah," timpal karyawan PBB lainnya kepada Radio Télévision Suisse (RTS).
Harga energi di Eropa sendiri diketahui melambung tinggi pasca perang Rusia-Ukraina, yang akhirnya memutus aliran gas dari Moskow karena sanksi. Ini telah berdampak pada inflasi yang tinggi di beberapa negara Benua Biru
Di sisi lain, karyawan itu menambahkan, hingga 12 Desember, hanya 141 dari 193 negara anggota yang telah membayar iuran wajibnya. Alessandra Vellucci, juru bicara PBB, jua mengatakan kepada Keystone-ATS pada hari bahwa 50 negara anggota telah gagal memenuhi pembayaran iuran mereka.
"Amerika Serikat (AS), salah satu negara pendiri negara dengan PDB terbesar di dunia, termasuk di antara negara-negara yang gagal melakukan pembayaran," ujarnya.
Setiap anggota membayar "kontribusi yang dinilai" yang berbeda-beda di setiap negara berdasarkan formula kompleks yang mempertimbangkan pendapatan nasional dan populasi.
Rumusannya berarti bahwa negara-negara kaya membayar lebih banyak. Ini berarti tidak adanya pembayaran dari negara kaya dapat menyebabkan kerugian finansial yang berkepanjangan bagi lembaga itu.
[Redaktur: Alpredo Gultom]