Ia juga menyoroti pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses edukasi dan literasi publik tentang energi nuklir.
Menurutnya, salah satu tantangan utama dalam pengembangan PLTN di Indonesia adalah resistensi publik akibat minimnya pemahaman tentang keamanan dan efisiensi teknologi nuklir modern.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Pemprov Jakarta Bangun 4 PLTSa sebagai Sumber PAD, Layak Diadopsi Daerah Lain
“Selama ini narasi soal nuklir cenderung diwarnai ketakutan. Padahal, teknologi seperti pressurized water reactor (PWR) telah terbukti aman dan efisien di banyak negara. GINEST harus menjembatani kesenjangan pengetahuan ini,” katanya.
Tohom yang juga Pendiri Monitoring Konsumen Listrik Indonesia (MKLI) ini menyebut, dalam jangka panjang, PLTN justru akan memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan yang besar bagi konsumen listrik Indonesia.
Ia menggarisbawahi bahwa biaya operasional PLTN yang rendah serta emisi karbon yang nyaris nol akan menjadi solusi berkelanjutan bagi tarif listrik yang stabil dan ramah lingkungan.
Baca Juga:
Lebih Dukung Energi Bersih, ALPERKLINAS Apresiasi Emiten TOBA Lepas Pembangkit Batu Bara, Garap Proyek EBT 370 MW
“Konsumen berhak atas listrik yang murah, bersih, dan andal. Dan energi nuklir bisa menjawab itu semua. Tinggal bagaimana kita menyiapkan regulasi, SDM, dan tata kelola yang matang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tohom mengusulkan agar pemerintah memperkuat kolaborasi antara lembaga riset seperti GINEST, regulator energi, dan komunitas konsumen agar pengembangan PLTN berjalan inklusif dan transparan.
Ia juga berharap GINEST tidak hanya fokus pada penelitian teknis, tetapi turut menyusun rekomendasi kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat.