KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Upaya Indonesia menuju transisi energi bersih berbasis nuklir mendapat dukungan penuh dari masyarakat sipil.
Salah satunya dari Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS), yang mengapresiasi langkah strategis Institut Teknologi PLN (ITPLN) yang membentuk Global Institute for Nuclear Energy and Sustainable Development (GINEST) sebagai pusat riset bertaraf internasional di bidang teknologi nuklir.
Baca Juga:
Utamakan Keselamatan Manusia, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Buat Regulasi Wajib Audit Instalasi Listrik Gedung dan Fasilitas Umum
Pendirian GINEST dinilai sebagai sinyal kuat bahwa Indonesia bersiap menjadi pemain utama dalam peta energi global yang kian mengarah ke net zero emission.
Kehadiran lembaga ini bukan hanya penting dari sisi akademik dan penelitian, tetapi juga menyentuh aspek strategis dalam menjaga ketahanan dan kedaulatan energi nasional.
“Langkah ITPLN ini sangat visioner. GINEST akan menjadi katalisator percepatan penguasaan teknologi nuklir dalam negeri, sekaligus membentengi kemandirian energi Indonesia dari ketergantungan energi fosil dan impor,” ujar Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, Jumat (26/6/2025).
Baca Juga:
Pembayaran Pajak PJU Tak Lagi Sia-sia, ALPERKLINAS Apresiasi Pemprov NTB Pasang Lampu Penerangan Jalan demi Keamanan Masyarakat
Ia menambahkan, penggunaan energi nuklir melalui PLTN adalah keniscayaan yang harus diantisipasi secara sistemik.
Apalagi pemerintah telah memasukkan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 dengan target kapasitas awal 500 megawatt dan proyeksi hingga 4.300 megawatt di masa mendatang.
“Kita tidak bisa hanya andalkan batu bara dan gas. Nuklir harus jadi bagian dari blueprint energi nasional. Tapi tentu dengan pengawasan ketat, akuntabilitas tinggi, dan kesiapan SDM yang mumpuni,” tegas Tohom.
Ia juga menyoroti pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses edukasi dan literasi publik tentang energi nuklir.
Menurutnya, salah satu tantangan utama dalam pengembangan PLTN di Indonesia adalah resistensi publik akibat minimnya pemahaman tentang keamanan dan efisiensi teknologi nuklir modern.
“Selama ini narasi soal nuklir cenderung diwarnai ketakutan. Padahal, teknologi seperti pressurized water reactor (PWR) telah terbukti aman dan efisien di banyak negara. GINEST harus menjembatani kesenjangan pengetahuan ini,” katanya.
Tohom yang juga Pendiri Monitoring Konsumen Listrik Indonesia (MKLI) ini menyebut, dalam jangka panjang, PLTN justru akan memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan yang besar bagi konsumen listrik Indonesia.
Ia menggarisbawahi bahwa biaya operasional PLTN yang rendah serta emisi karbon yang nyaris nol akan menjadi solusi berkelanjutan bagi tarif listrik yang stabil dan ramah lingkungan.
“Konsumen berhak atas listrik yang murah, bersih, dan andal. Dan energi nuklir bisa menjawab itu semua. Tinggal bagaimana kita menyiapkan regulasi, SDM, dan tata kelola yang matang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tohom mengusulkan agar pemerintah memperkuat kolaborasi antara lembaga riset seperti GINEST, regulator energi, dan komunitas konsumen agar pengembangan PLTN berjalan inklusif dan transparan.
Ia juga berharap GINEST tidak hanya fokus pada penelitian teknis, tetapi turut menyusun rekomendasi kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
“GINEST harus menjadi think tank energi nasional, bukan sekadar laboratorium. Harus ada output kebijakan yang konkret, termasuk untuk pengelolaan limbah radioaktif dan skema perlindungan konsumen listrik berbasis nuklir,” tambahnya.
Sebelumnya, Rektor ITPLN Prof. Iwa Garniwa menuturkan bahwa GINEST akan menjadi pusat keilmuan dan kolaborasi global dalam penguasaan teknologi nuklir, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam transisi menuju energi bersih.
“GINEST akan fokus pada tujuh program utama, termasuk penguatan SDM, pengembangan teknologi, hingga pemberian masukan kebijakan kepada pemerintah,” jelas Iwa.
Senada, Ketua GINEST Agus Puji Prasetyono mengatakan Indonesia menargetkan pembangunan sekitar 200 unit PLTN hingga 2050.
Untuk itu, kapasitas SDM di bidang nuklir harus benar-benar disiapkan sejak sekarang.
Direktur Manajemen Proyek dan Energi Terbarukan PLN, Suroso Isnandar, juga menyatakan bahwa proyek PLTN memerlukan komitmen jangka panjang dan harus dimulai paling lambat tahun depan jika ingin mengejar target operasional pada 2034.
[Redaktur: Mega Puspita]