Selain menciptakan lapangan kerja, hal ini juga membuka peluang kolaborasi antara BUMN, industri manufaktur, dan institusi riset dalam negeri.
“Bayangkan jika komponen vital seperti heat exchanger tidak perlu lagi diimpor. Kita tidak hanya menghemat devisa, tapi juga memberi ruang inovasi bagi anak bangsa untuk terlibat aktif dalam teknologi energi bersih,” lanjutnya.
Baca Juga:
Pemulihan Listrik Sumatera: ALPERKLINAS Apresiasi Gerak Cepat dan Kepedulian PLN Indonesia Power
Lebih dari itu, ia menilai langkah ini juga sejalan dengan peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang selama ini menjadi komitmen nasional dalam berbagai proyek strategis.
“TKDN adalah ukuran keberpihakan kita terhadap masa depan industri nasional,” ucap Tohom.
Sebagai negara dengan cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, Indonesia, menurut Tohom, memiliki potensi luar biasa yang belum tergarap optimal.
Baca Juga:
Harus Tepat Sasaran, ALPERKLINAS Dukung Pemerintah dan PLN Hanya Berikan Subsidi Listrik bagi Ekonomi Lemah
Data menunjukkan, dari total potensi 24.000 MW panas bumi, yang telah dimanfaatkan baru sekitar 11 persen.
“Ini ironi sekaligus peluang besar. Kita punya kekayaan energi yang masih tertidur. Dengan keberanian dan strategi produksi nasional, potensi itu bisa diubah menjadi kekuatan,” jelasnya.
Tohom yang juga Pengurus Fisuel Internasional Kawasan Asia-Pasifik ini menambahkan, pendekatan Indonesia ini bisa menjadi contoh baik bagi negara berkembang lain dalam mengelola transisi energi secara mandiri dan berkelanjutan.