“Air adalah penghantar listrik. Ketika banjir masuk ke rumah, potensi arus bocor meningkat drastis. Dengan ELCB, sistem akan memutus listrik otomatis sebelum risiko itu berubah menjadi musibah,” jelasnya.
Ia menilai rendahnya pemasangan ELCB di rumah tangga bukan karena produk tidak tersedia, tetapi karena kurangnya edukasi dan masih adanya anggapan bahwa keamanan listrik sudah cukup dengan MCB standar bawaan kWh.
Baca Juga:
Demi Keandalan Listrik, ALPERKLINAS Imbau Masyarakat Ikut Jaga Kelestarian Jaringan di Daerah Masing-masing
“Ini mispersepsi yang harus segera diluruskan. ELCB bukan barang tambahan, tetapi perlindungan wajib bagi keluarga. Ini bukan soal teknis, tetapi tanggung jawab keselamatan,” tegas Tohom.
Lebih lanjut, Tohom menilai kehadiran teknologi baru seperti RCBO—gabungan MCB dan ELCB—merupakan perkembangan positif.
Namun ia menekankan bahwa pemasangannya harus mengikuti prosedur resmi karena MCB pada kWh meter merupakan perangkat standar PLN.
Baca Juga:
Surat Edaran ESDM Soal BBM Dinilai Tak Adil: Sah Administratif, Lemah Substantif
“Untuk rumah baru, RCBO bisa menjadi solusi praktis. Tapi untuk rumah lama, konsumen harus memastikan pemasangan dilakukan oleh tenaga ahli dan tidak mengubah instalasi yang merupakan kewenangan PLN tanpa izin,” tambahnya.
Tohom juga mendorong PLN dan pemerintah daerah untuk memperkuat kampanye keselamatan listrik dan menjadikan pemasangan ELCB sebagai rekomendasi standar dalam instalasi rumah baru.
“Kita bicara tentang keamanan keluarga Indonesia. Ini tidak boleh ditunda,” pungkasnya.