Dia menyebut, setiap vessel berisi 70 ribu ton, maka akan terdapat perbedaan pendapatan penjualan batu bara mencapai sekitar Rp 68 miliar.
Hal ini dikarenakan, bila mengacu pada harga pasar, pendapatan penjualan batu bara untuk setiap vessel mencapai sekitar Rp 115 miliar, sementara bila mengacu pada DMO batu bara yang dibeli PLN mencapai sekitar Rp 46 miliar.
Baca Juga:
Menteri ESDM: 117 Perusahaan Tambang Harus Segera Penuhi Kewajiban Setoran PNBP
"Selisihnya Rp 68 miliar pendapatan penjualan per satu vessel," ujarnya.
Meski demikian, pihaknya tetap berharap agar Aspebindo berpartisipasi aktif dalam menjaga ketahanan energi primer untuk kelistrikan, termasuk memenuhi kontrak dan DMO agar kebutuhan batu bara untuk pembangkitan tetap terpenuhi dan terjaga aman secara berkelanjutan.
"Kami juga berharap Aspebindo bersama-sama dengan PLN dan stakeholders lain berkolaborasi untuk membangun ekosistem bisnis yang sehat dalam rangka menjaga kedaulatan energi nasional," tuturnya.
Baca Juga:
Mendag Zulhas Batalkan Wajib Tunjukkan KTP Jadi Syarat Beli Minyakita
Pihaknya juga berharap Aspebindo juga mengembangkan model bisnis dan inovasi untuk merespons perubahan lanskap sektor energi, seperti transisi energi, pengembangan pembangkit EBT, termasuk baterai dan penangkapan karbon (carbon capture), electrifying lifestyle, seperti kendaraan listrik, kompor listrik/induksi, co-firing PLTU, dan pengembangan teknologi digital.
"Ketahanan dan kedaulatan energi memerlukan orkestrasi berbagai pihak, baik dari regulator, BUMN, pelaku usaha, dan stakeholder lainnya," ucapnya.
Perlu diketahui, PLN memperkirakan butuh 115 juta sampai 125 juta ton batu bara untuk pembangkit listrik pada 2022 ini. Jumlah ini meningkat dibandingkan konsumsi batu bara pada 2021 sekitar 111 juta ton.