“Energi dari air bukan hanya soal turbin dan bendungan. Ini soal transfer teknologi, efisiensi, dan keberlanjutan. Tajikistan bisa menjadi mentor yang pas karena mereka sudah membuktikannya secara nyata,” ujar Tohom.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya kehadiran negara dalam memastikan proyek-proyek energi besar ini tidak hanya melayani kawasan IKN, tetapi juga memberi dampak nyata bagi masyarakat lokal.
Baca Juga:
Interkoneksi Jalan di Kawasan Otorita IKN Terus Dilanjutkan, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Rencana Pembangunan Tol Samarinda–Bontang Tahun 2028
“Konsumen listrik di Kalimantan dan sekitarnya harus jadi penerima manfaat langsung. Jangan sampai pembangunan energi hijau ini justru melupakan keadilan distribusi listrik,” ujar Tohom yang juga dikenal sebagai Aktivis Perlindungan Konsumen Listrik.
Ia menekankan bahwa selain menyuplai IKN, proyek-proyek PLTA harus memberi kontribusi nyata bagi peningkatan rasio elektrifikasi di daerah-daerah terpencil, khususnya di pedalaman Kalimantan.
“Jangan hanya IKN yang terang benderang, sementara desa-desa di sekitarnya masih gelap gulita. Semangat transisi energi harus inklusif,” pungkasnya.
Baca Juga:
Tanam Pohon di IKN, Gibran Tegaskan Komitmen pada Alam dan Budaya
Menurut Tohom, pemerintah perlu segera menyusun peta jalan yang jelas agar kerja sama ini dapat segera ditindaklanjuti dalam bentuk implementasi di lapangan.
Ia juga mendorong adanya partisipasi aktif dari perguruan tinggi dan lembaga riset nasional dalam alih teknologi dari Tajikistan ke Indonesia.
“Saya percaya bahwa kerja sama energi hidro ini bisa menjadi legacy besar bagi pemerintahan Presiden Prabowo, terutama jika dijalankan dengan transparan, partisipatif, dan mengedepankan kepentingan nasional,” ujar Tohom mengakhiri komentarnya.