KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Langkah strategis Indonesia menggandeng Tajikistan untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Kalimantan menuai apresiasi tinggi dari berbagai kalangan, termasuk dari Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS).
Menurut Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, rekam jejak Tajikistan yang mampu memenuhi 90 persen kebutuhan listrik nasionalnya dari tenaga air adalah prestasi luar biasa yang layak ditiru.
Baca Juga:
Interkoneksi Jalan di Kawasan Otorita IKN Terus Dilanjutkan, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Rencana Pembangunan Tol Samarinda–Bontang Tahun 2028
“Tajikistan bukan hanya sukses memanfaatkan sungai dan aliran airnya, tapi mereka berhasil menjadikan energi hidro sebagai komoditas ekspor. Ini sangat inspiratif bagi Indonesia, khususnya dalam membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) yang mengusung konsep Green Smart City,” tegas Tohom saat dihubungi pada Selasa (10/6/2025).
Ia menilai, kerja sama bilateral ini bukan sekadar hubungan diplomatik biasa, melainkan langkah konkret menuju transformasi energi nasional.
“Ketika kita bicara energi bersih, kita tidak bisa mengandalkan janji kosong. Harus ada realisasi yang terukur, dan kerja sama dengan Tajikistan ini menunjukkan arah kebijakan energi kita semakin dewasa,” katanya.
Baca Juga:
Tanam Pohon di IKN, Gibran Tegaskan Komitmen pada Alam dan Budaya
Tohom menyatakan bahwa Kalimantan memiliki potensi sungai besar yang selama ini belum dimaksimalkan.
Ia mengapresiasi proyek-proyek raksasa seperti PLTA di Sungai Kayan, Kalimantan Utara, yang digadang-gadang memiliki potensi lebih dari 13.000 megawatt.
Menurutnya, kerja sama dengan Tajikistan dapat mempercepat pembangunan dan efisiensi operasional proyek-proyek tersebut.
“Energi dari air bukan hanya soal turbin dan bendungan. Ini soal transfer teknologi, efisiensi, dan keberlanjutan. Tajikistan bisa menjadi mentor yang pas karena mereka sudah membuktikannya secara nyata,” ujar Tohom.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya kehadiran negara dalam memastikan proyek-proyek energi besar ini tidak hanya melayani kawasan IKN, tetapi juga memberi dampak nyata bagi masyarakat lokal.
“Konsumen listrik di Kalimantan dan sekitarnya harus jadi penerima manfaat langsung. Jangan sampai pembangunan energi hijau ini justru melupakan keadilan distribusi listrik,” ujar Tohom yang juga dikenal sebagai Aktivis Perlindungan Konsumen Listrik.
Ia menekankan bahwa selain menyuplai IKN, proyek-proyek PLTA harus memberi kontribusi nyata bagi peningkatan rasio elektrifikasi di daerah-daerah terpencil, khususnya di pedalaman Kalimantan.
“Jangan hanya IKN yang terang benderang, sementara desa-desa di sekitarnya masih gelap gulita. Semangat transisi energi harus inklusif,” pungkasnya.
Menurut Tohom, pemerintah perlu segera menyusun peta jalan yang jelas agar kerja sama ini dapat segera ditindaklanjuti dalam bentuk implementasi di lapangan.
Ia juga mendorong adanya partisipasi aktif dari perguruan tinggi dan lembaga riset nasional dalam alih teknologi dari Tajikistan ke Indonesia.
“Saya percaya bahwa kerja sama energi hidro ini bisa menjadi legacy besar bagi pemerintahan Presiden Prabowo, terutama jika dijalankan dengan transparan, partisipatif, dan mengedepankan kepentingan nasional,” ujar Tohom mengakhiri komentarnya.
Sebelumnya, Duta Besar RI untuk Kazakhstan dan Tajikistan, M Fadjroel Rachman, dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Tajikistan, Qohir Rasulzoda, di Dushanbe pada 4 Juni 2025, menyatakan bahwa kerja sama di sektor energi menjadi prioritas utama.
Selain kerja sama energi, pembicaraan juga meliputi potensi investasi Tajikistan senilai 2 miliar dolar AS di sektor alumina, serta rencana pengolahan minyak sawit Indonesia menjadi produk hijau untuk pasar Asia Tengah.
Dubes Fadjroel menegaskan bahwa kolaborasi energi hidro dengan Tajikistan adalah bagian dari implementasi visi Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya dalam hilirisasi, industrialisasi, dan penguatan energi berkelanjutan.
“Pengalaman Tajikistan ini sangat relevan bagi Indonesia,” ujarnya.
Dengan sinergi ini, masa depan energi Indonesia, khususnya di IKN, diyakini akan semakin hijau, berdaulat, dan terjangkau.
[Redaktur: Mega Puspita]