Ia juga menyoroti pentingnya koordinasi lintas sektor, termasuk dengan pemerintah daerah dan koperasi lokal, untuk memastikan bahwa program CSR tidak terputus setelah tahap penanaman.
Baginya, keberhasilan program ini akan menjadi indikator sejauh mana PLN benar-benar menyentuh aspek produktif masyarakat, bukan sekadar memenuhi kewajiban sosial perusahaan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kolaborasi PLN dan PHRI yang Siap Wujudkan Bali Jadi Pusat Pariwisata Hijau
Tohom yang juga Penasihat DPP Persatuan Artis Batak Indonesia (PARBI) ini menilai, daerah-daerah seperti Poco Leok memiliki potensi besar sebagai sentra kopi nasional, tetapi selama ini terkendala oleh modal kerja dan minimnya intervensi teknologi pertanian.
Oleh sebab itu, ia menyarankan agar CSR PLN juga melirik pengembangan hulu-hilir industri kopi, termasuk penyediaan alat pengolahan dan pendampingan manajemen usaha tani.
“Bila ini dilakukan serius, maka program CSR tidak hanya menjawab kebutuhan sesaat, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi masyarakat desa secara sistemik,” ungkapnya.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kolaborasi PLN dan PHRI yang Siap Wujudkan Bali Jadi Pusat Pariwisata Hijau
Lebih lanjut, Tohom menyampaikan bahwa ALPERKLINAS siap menjadi mitra kritis sekaligus mitra strategis bagi PLN dalam merancang model CSR yang lebih adaptif dan berdampak luas.
Ia bahkan mengusulkan agar dibuat peta CSR berbasis produktivitas desa di sekitar aset-aset strategis PLN.
"CSR itu bukan soal membagi bantuan, tapi soal membangun nilai tambah yang berkelanjutan," pungkasnya.