KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Rencana investasi besar-besaran Group Gallant Venture Ltd untuk membangun pembangkit listrik batu bara dan panel surya di Batam menuai apresiasi dari Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS).
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai langkah ini sebagai antisipasi strategis terhadap krisis pasokan energi yang sudah mulai terasa di wilayah Kepulauan Riau, terutama menyambut lonjakan konsumsi listrik pada 2029.
Baca Juga:
BRIN Lakukan Riset Konversi Pembangkit Listrik Batu Bara Menjadi Nuklir
Menurut Tohom, kehadiran pembangkit listrik baru dengan kapasitas 2.000 MW dari batu bara dan 400 MW dari panel surya merupakan respons konkret terhadap meningkatnya tekanan permintaan energi yang berasal dari ledakan sektor industri digital, pusat data, dan perluasan kawasan pariwisata dan industri yang dikelola Gallant Group.
“Langkah Gallant Venture sangat tepat. Ini bukan sekadar investasi infrastruktur energi, tapi perwujudan komitmen jangka panjang untuk menjaga daya saing industri nasional, khususnya di Batam yang kini menjadi magnet investor global,” ujar Tohom, Senin (16/6/2025).
Ia menambahkan, Indonesia tidak bisa hanya bergantung pada gas alam yang harga dan pasokannya semakin tidak stabil.
Baca Juga:
HKBP Distrik XIX Bekasi Helat Seminar dan Workshop 'Green Energy' Pemanfaatan Panel Surya
Diversifikasi melalui batu bara superkritis dan tenaga surya merupakan strategi transisi yang realistis, sembari tetap membuka ruang menuju energi rendah emisi secara bertahap.
“Ketika bicara perlindungan konsumen, yang utama adalah ketersediaan listrik yang andal dan tarif yang stabil. Kekurangan daya bukan hanya merugikan industri, tapi akan berdampak ke rumah tangga. Dalam konteks ini, proyek Gallant Venture sejalan dengan semangat ALPERKLINAS menjaga keadilan energi bagi semua pihak,” jelas Tohom.
Tohom yang juga Wakil Ketua Aliansi LSM Jakarta ini menyoroti bahwa investasi energi dalam skala besar perlu didampingi komunikasi publik yang transparan.
Menurutnya, perlu keterlibatan media yang berintegritas untuk mengawal pembangunan proyek-proyek vital seperti ini agar tidak menyisakan kontroversi sosial atau ekologis.
“Publik harus tahu bahwa teknologi PLTU superkritis yang digunakan punya efisiensi tinggi dan emisi lebih rendah dari PLTU konvensional. Ditambah lagi integrasi PLTS sebagai penyeimbang beban karbon. Ini adalah bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan yang layak diapresiasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar pembangunan pembangkit tidak hanya mengejar target kapasitas, tapi juga memastikan alih teknologi dan kontribusi terhadap pengembangan tenaga kerja lokal.
“Transisi energi adalah momen besar untuk peningkatan kompetensi SDM kita. Jangan sampai proyek raksasa ini hanya dikuasai teknokrat asing,” pungkasnya.
Sebelumnya, Group Gallant Venture Ltd, melalui anak perusahaannya PT Batamindo Investment Cakrawala (PT BIC), telah mengumumkan rencana investasi senilai hingga USD 3 miliar untuk membangun pembangkit listrik batu bara berkapasitas total 2 GW serta PLTS 400 MW di Pulau Setokok, Batam.
Menurut Direktur Eksekutif Gallant Venture, Choo Kok Kiong, proyek ini merupakan respon atas lonjakan permintaan energi di kawasan industri Batamindo dan rencana ekspansi kawasan industri Bintan serta resor Bintan yang akan menambah 2.000 kamar hotel.
Fase pertama proyek ini mencakup pembangunan tiga unit PLTU superkritis masing-masing berkapasitas 350 MW dan infrastruktur pendukung lainnya.
Sedangkan fase kedua akan menambah dua unit PLTU 600 MW, fasilitas PLTS 400 MW, dan kabel transmisi bawah laut yang menghubungkan sistem kelistrikan Batam-Bintan-Bulan.
[Redaktur: Mega Puspita]