“Kita tidak bisa terus reaktif. Perlindungan infrastruktur listrik harus visioner, adaptif terhadap risiko bencana dan kriminalitas,” ujarnya.
Tohom juga mengingatkan bahwa pemulihan pasokan listrik pasca bencana adalah bagian dari pemulihan martabat warga.
Baca Juga:
Jadikan PLTN Opsi Utama, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Maksimalkan Sosialisasi ke Masyarakat
Karena itu, setiap tindakan yang menghambatnya harus diperlakukan sebagai kejahatan serius. “Negara harus hadir dengan ketegasan hukum. Ketika listrik padam akibat pencurian, yang dirugikan adalah konsumen kecil: rumah tangga, UMKM, fasilitas kesehatan, dan sekolah,” pungkasnya.
Sebelumnya, PT PLN Unit Induk Distribusi (UID) Aceh menyampaikan bahwa gangguan pasokan listrik dan pemadaman di sejumlah wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar disebabkan oleh maraknya pencurian kabel trafo dan komponen listrik.
Manajer Komunikasi PLN UID Aceh, Lukman Hakim, menyebutkan data internal PLN mencatat setidaknya 13 insiden pencurian gardu distribusi sejak akhir November hingga 14 Desember 2025, dengan kerugian berupa hilangnya kabel listrik berbagai ukuran.
Baca Juga:
TNI-Polri Dukung Pemulihan Listrik Sumut, ALPERKLINAS Dorong Semua Elemen Masyarakat Terus Berpartisipasi Pascabencana
Ia menjelaskan bahwa pencurian tersebut tidak hanya merugikan aset negara, tetapi juga memicu pemadaman massal pasca bencana banjir dan meningkatkan risiko keselamatan.
PLN mengingatkan bahwa pencurian komponen listrik dapat dijerat Pasal 362 juncto 363 dan 408 KUHP dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara, serta mengimbau masyarakat untuk melaporkan aktivitas mencurigakan melalui kantor PLN terdekat, Contact Center PLN 123, atau aplikasi PLN Mobile.
[Redaktur: Mega Puspita]