Tohom menilai, peningkatan intensitas pencurian menunjukkan adanya pola kejahatan terorganisir yang memanfaatkan lemahnya pengawasan pasca bencana.
Ia mendorong aparat tidak hanya fokus pada penindakan di lapangan, tetapi juga menelusuri mata rantai penadah dan jaringan penjualan barang curian.
Baca Juga:
Jadikan PLTN Opsi Utama, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Maksimalkan Sosialisasi ke Masyarakat
“Tanpa memutus hilirnya, pencurian akan terus berulang. Penegakan hukum harus menyentuh aktor intelektual, bukan hanya pelaku lapangan,” tegasnya.
Lebih jauh, Tohom menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara PLN, aparat keamanan, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Ia memandang masyarakat sebagai garda terdepan dalam pengawasan sosial.
Baca Juga:
TNI-Polri Dukung Pemulihan Listrik Sumut, ALPERKLINAS Dorong Semua Elemen Masyarakat Terus Berpartisipasi Pascabencana
“Partisipasi publik sangat krusial. Jika warga dilibatkan dan dilindungi ketika melapor, maka ruang gerak pelaku kejahatan akan menyempit,” katanya. Menurut Tohom, kesadaran kolektif ini juga bagian dari literasi energi yang harus terus dibangun.
Dalam perspektif jangka panjang, ALPERKLINAS mendorong penguatan sistem pengamanan aset kelistrikan dengan pendekatan teknologi dan tata kelola risiko.
Tohom menyarankan pemanfaatan sistem pemantauan digital, penguatan desain gardu yang lebih aman, serta pemetaan wilayah rawan pencurian sebagai langkah preventif.