KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) merespons serius maraknya kasus pencurian kabel trafo dan komponen kelistrikan di wilayah terdampak bencana, khususnya di Aceh.
ALPERKLINAS menilai praktik pencurian tersebut bukan sekadar tindak kriminal biasa, melainkan kejahatan yang berdampak langsung pada hak dasar masyarakat untuk mendapatkan layanan listrik yang aman, andal, dan berkeadilan, terutama saat masyarakat tengah berjuang memulihkan diri pasca bencana.
Baca Juga:
Jadikan PLTN Opsi Utama, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Maksimalkan Sosialisasi ke Masyarakat
Aliansi ini juga menegaskan bahwa pencurian kabel trafo di daerah bencana merupakan bentuk kejahatan berlapis.
Selain merugikan negara, aksi tersebut memperparah penderitaan warga karena berpotensi memicu pemadaman listrik massal, menghambat distribusi bantuan, serta meningkatkan risiko keselamatan masyarakat.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, meminta aparat penegak hukum bertindak tegas, cepat, dan terukur agar tidak muncul kesan pembiaran terhadap kejahatan yang menggerogoti kepentingan publik.
Baca Juga:
TNI-Polri Dukung Pemulihan Listrik Sumut, ALPERKLINAS Dorong Semua Elemen Masyarakat Terus Berpartisipasi Pascabencana
Ia menyampaikan bahwa tindakan pencurian infrastruktur kelistrikan di tengah situasi darurat mencerminkan krisis etika sosial yang harus ditangani secara sistemik.
Menurutnya, listrik bukan sekadar komoditas, melainkan infrastruktur strategis penopang kehidupan modern, terutama dalam kondisi bencana.
“Ketika kabel trafo dicuri, yang terampas bukan hanya tembaga atau aset fisik, tetapi juga rasa aman, produktivitas, dan harapan masyarakat untuk segera bangkit,” ujar Tohom, Rabu (17/12/202).
Tohom menilai, peningkatan intensitas pencurian menunjukkan adanya pola kejahatan terorganisir yang memanfaatkan lemahnya pengawasan pasca bencana.
Ia mendorong aparat tidak hanya fokus pada penindakan di lapangan, tetapi juga menelusuri mata rantai penadah dan jaringan penjualan barang curian.
“Tanpa memutus hilirnya, pencurian akan terus berulang. Penegakan hukum harus menyentuh aktor intelektual, bukan hanya pelaku lapangan,” tegasnya.
Lebih jauh, Tohom menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara PLN, aparat keamanan, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Ia memandang masyarakat sebagai garda terdepan dalam pengawasan sosial.
“Partisipasi publik sangat krusial. Jika warga dilibatkan dan dilindungi ketika melapor, maka ruang gerak pelaku kejahatan akan menyempit,” katanya. Menurut Tohom, kesadaran kolektif ini juga bagian dari literasi energi yang harus terus dibangun.
Dalam perspektif jangka panjang, ALPERKLINAS mendorong penguatan sistem pengamanan aset kelistrikan dengan pendekatan teknologi dan tata kelola risiko.
Tohom menyarankan pemanfaatan sistem pemantauan digital, penguatan desain gardu yang lebih aman, serta pemetaan wilayah rawan pencurian sebagai langkah preventif.
“Kita tidak bisa terus reaktif. Perlindungan infrastruktur listrik harus visioner, adaptif terhadap risiko bencana dan kriminalitas,” ujarnya.
Tohom juga mengingatkan bahwa pemulihan pasokan listrik pasca bencana adalah bagian dari pemulihan martabat warga.
Karena itu, setiap tindakan yang menghambatnya harus diperlakukan sebagai kejahatan serius. “Negara harus hadir dengan ketegasan hukum. Ketika listrik padam akibat pencurian, yang dirugikan adalah konsumen kecil: rumah tangga, UMKM, fasilitas kesehatan, dan sekolah,” pungkasnya.
Sebelumnya, PT PLN Unit Induk Distribusi (UID) Aceh menyampaikan bahwa gangguan pasokan listrik dan pemadaman di sejumlah wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar disebabkan oleh maraknya pencurian kabel trafo dan komponen listrik.
Manajer Komunikasi PLN UID Aceh, Lukman Hakim, menyebutkan data internal PLN mencatat setidaknya 13 insiden pencurian gardu distribusi sejak akhir November hingga 14 Desember 2025, dengan kerugian berupa hilangnya kabel listrik berbagai ukuran.
Ia menjelaskan bahwa pencurian tersebut tidak hanya merugikan aset negara, tetapi juga memicu pemadaman massal pasca bencana banjir dan meningkatkan risiko keselamatan.
PLN mengingatkan bahwa pencurian komponen listrik dapat dijerat Pasal 362 juncto 363 dan 408 KUHP dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara, serta mengimbau masyarakat untuk melaporkan aktivitas mencurigakan melalui kantor PLN terdekat, Contact Center PLN 123, atau aplikasi PLN Mobile.
[Redaktur: Mega Puspita]