Ia menekankan pentingnya regulasi yang fleksibel dan keberanian birokrasi untuk melakukan percepatan perjanjian kerjasama atau PKS agar tidak terhambat oleh proses administrasi yang berlarut.
“Pemerintah daerah harus berpihak pada rakyat. Jika masyarakat sudah menempati kawasan tertentu selama puluhan tahun, negara wajib hadir memberi perlindungan hukum dan akses energi, bukan hanya melakukan penertiban,” tambahnya.
Baca Juga:
Ditantang PLN Jadi Motor Akselerasi RUPTL 2025-2034, ALPERKLINAS Dorong ITPLN Berbenah dan Siap
Menurutnya, inisiatif Pemkab Pesisir Barat yang mendorong legalitas pemukiman sekaligus memperjuangkan akses listrik adalah contoh keberanian struktural yang harus diapresiasi.
“Ini langkah maju. Ketika legalitas pemukiman dan infrastruktur listrik diperjuangkan bersamaan, artinya kebijakan tidak lagi berjalan parsial. Ini yang saya sebut reformasi pelayanan publik berbasis kebutuhan nyata rakyat,” ujar Tohom.
Ia bahkan menilai, jika pola kolaborasi PLN UID Lampung dan Dinas Kehutanan ini direplikasi secara nasional, maka desa-desa di kawasan perhutanan sosial, kawasan adat, ataupun wilayah terluar bisa segera keluar dari keterbelakangan akses energi.
Baca Juga:
Dinilai Lebih Kompeten, ALPERKLINAS Dukung Pemerintah yang Percayakan Pengolahan Sampah Jadi Energi Listrik ke PLN
“Indonesia tidak boleh dibiarkan tumbuh dengan dua wajah: satu wajah terang di kota, dan satu wajah gelap di pedalaman. Listrik adalah syarat minimum untuk membangun martabat warga,” tegasnya.
Tohom menegaskan bahwa ALPERKLINAS siap mengawal proses ini secara nasional dan akan berkomunikasi dengan jaringan advokasi konsumen energi di berbagai provinsi untuk mendorong pola sinergi serupa.
“Kami tidak akan hanya memuji, kami akan menjaga agar komitmen ini tidak berhenti di seremoni,” tutupnya.