“Transisi energi ini harus sensitif terhadap konsumen. Jangan sampai percepatan EBT justru membebani masyarakat dengan tarif yang tidak rasional. METI harus hadir sebagai penghubung yang cerdas, yang mampu mengawal kepentingan publik sekaligus mendorong investasi,” katanya.
Tohom yang juga Mantan Ketua FAKTA (Front Anti Kolusi Tanah Air) Sumatera Utara ini menilai, langkah Zulfan membuka ruang bagi asosiasi EBT untuk memimpin bidang masing-masing adalah bentuk pembaruan manajerial.
Baca Juga:
PLN Terbangkan Genset Tambahan ke Aceh untuk Percepat Pemulihan Listrik
“Saya melihat ini sebagai momentum lahirnya collective leadership. Kepemimpinan kolektif adalah kunci agar METI tidak hanya didominasi oleh figur tertentu, melainkan menjadi rumah besar energi terbarukan,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum METI terpilih, Zulfan Zahar, menyatakan bahwa 100 hari pertamanya akan difokuskan pada penyusunan kepengurusan dan percepatan tender proyek energi baru terbarukan.
Zulfan menegaskan kepengurusan METI akan dirancang inklusif dengan memberi ruang bagi asosiasi untuk memimpin bidang ex-officio dalam organisasi.
Baca Juga:
PLN Butuh 3000 Triliun untuk Tambah Kapasitas Pembangkit, ALPERKLINAS: Akan Mudah Jika Didukung Semua Pihak
“METI ini bukan soal menang atau kalah, melainkan wadah bersama. Kami ingin seluruh pemangku kepentingan terwakili dan bisa bersinergi,” ujar Zulfan.
Dengan kepemimpinan baru yang lebih terbuka, METI diharapkan dapat menjadi motor penggerak percepatan transisi energi sekaligus menjaga kepentingan konsumen listrik di Indonesia.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]