Banyak pabrikan dunia sudah menargetkan akan segera masuk ke pasar EV. Norwegia bahkan sudah menargetkan tahun 2025 negaranya sudah 100 persen menggunakan EV. Lantas di Indonesia, pertanyaan utamanya yakni bagaimana cara mengembangkan manufaktur nasional agar bisa mendorong industri yang menghasilkan produk atraktif bagi konsumen, serta harga yang kompetitif saat diadu dengan produk asing.
Direktur Hyundai Tri Wahono mengatakan, masyarakat butuh edukasi lebih dalam soal EV agar tidak ada resistensi. Bagaimana dampak penggunaan EV terhadap lingkungan dan ekonomi nasional. Hal ini mengingat negara-negara di Asia Tenggara belum ada yang bergerak.
Baca Juga:
Dirjen Migas Paparkan Kisah Sukses Raih EOR Indonesia
Sebagai contoh dengan konversi 30 persen dari BBM ke EV, impor BBM bisa ditekan hingga Rp 2-3 miliar per tahun. Sementara itu, pembalap nasional Fitra Eri turut menjelaskan bahwa upaya peralihan ke EV bagi masyarakat tidak cuma sekadar membawa isu lingkungan. Pasalnya konsumen umumnya tidak banyak pusing soal isu lingkungan dan lebih mempertimbangkan nilai ekonomis.
“Mobil listrik harganya masih di atas Rp 1 miliar. Mahal. Konsumen beli mobil listrik bukan karena sadar lingkungan, tapi penasaran, layak tidak sih pindah ke mobil listrik. Ujung-ujungnya perhitungan ekonomi,” kata Fitra. (tum)