Ia juga mengingatkan bahwa pengalaman internasional menunjukkan resistensi publik terhadap PLTN kerap menjadi hambatan besar, bahkan di negara-negara maju. Karena itu, keterbukaan dan keterlibatan publik menjadi kunci.
Tohom yang juga Founder KRT Tohom Purba & Partners ini menambahkan, kepercayaan publik terhadap proyek-proyek strategis nasional seperti PLTN hanya bisa dibangun lewat akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi aktif masyarakat sejak awal.
Baca Juga:
RI Targetkan 30 PLTN hingga 2060, ALPERKLINAS Soroti Transfer Teknologi dan Kompetensi SDM
"Kalau pemerintah serius ingin PLTN ini diterima rakyat, jangan hanya bicara soal efisiensi dan teknologi. Bicara juga soal jaminan keselamatan, pengelolaan limbah nuklir, dan siapa yang bertanggung jawab jika terjadi insiden," tegasnya.
Tohom optimis jika seluruh proses pembangunan PLTN dilakukan secara terbuka dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, maka kepercayaan publik akan tumbuh seiring waktu.
"Dengan pendekatan partisipatif dan edukatif, masyarakat Indonesia akan mampu menerima teknologi ini sebagai bagian dari solusi energi nasional yang lebih bersih dan berkelanjutan," tuturnya.
Baca Juga:
Dewan Energi Nasional Dukung Rosatom Bangun PLTN di Sulawesi Tenggara Indonesia
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pembangunan PLTN akan dimasukkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang kini tengah difinalisasi.
"Untuk PLTN itu kita mulai on itu 2030 atau 2032. Jadi mau tidak mau kita harus melakukan persiapan semua regulasi yang terkait dengan PLTN," ujar Bahlil dalam siaran pers Kementerian ESDM, Minggu (20/4/2025).
Ia menekankan bahwa nuklir adalah bentuk energi baru yang murah dan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Namun, Bahlil juga menegaskan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat sebagai syarat mutlak keberhasilan program ini.