Subsidi dari pemerintah pun turut meningkat menjadi Rp77,05 triliun, dan kompensasi mencapai Rp100,18 triliun. Semua ini mencerminkan keberhasilan PLN dalam menyusun strategi bisnis sekaligus menjaga aspek layanan publik.
Tohom menyebut bahwa keberhasilan PLN juga terlihat dari lonjakan laba usaha yang mencapai Rp60,62 triliun, naik 28 persen dibanding tahun sebelumnya.
Baca Juga:
RI Targetkan 30 PLTN hingga 2060, ALPERKLINAS Soroti Transfer Teknologi dan Kompetensi SDM
Namun ia juga mencermati adanya penurunan laba bersih yang turun 19,51 persen menjadi Rp17,76 triliun.
Menurutnya, hal itu tidak mencerminkan penurunan kinerja, melainkan lebih kepada dinamika eksternal seperti rugi kurs dan beban lain-lain.
"Rugi kurs sebesar Rp6,78 triliun tidak dapat sepenuhnya dikendalikan karena dipengaruhi volatilitas nilai tukar. Namun justru di sinilah tantangan PLN untuk semakin memperkuat strategi hedging dan efisiensi beban usaha," jelas Tohom.
Baca Juga:
ITPLN hingga Tel-U Siapkan Beasiswa, Pendaftaran Ditutup 16 Juni
Tohom yang juga Pengamat PLN, Ketenagalistrikan dan Energi ini mengatakan bahwa perlu ada dukungan berkelanjutan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan tarif yang berkeadilan, penguatan subsidi yang tepat sasaran, serta percepatan transformasi digital dan energi terbarukan.
Menurutnya, masa depan PLN sangat bergantung pada kemampuan perusahaan dalam berinovasi, membuka ruang kolaborasi, dan mengelola pembiayaan jangka panjang secara strategis.
“PLN tidak bisa hanya berorientasi pada listrik konvensional. Ke depan, mereka harus menjadi pionir dalam ekosistem energi bersih, smart grid, dan elektrifikasi kendaraan,” tutur Tohom.