"Jika investasi di sektor panas bumi meningkat, maka efek bergandanya juga akan dirasakan oleh konsumen. Energi bersih akan menjadi lebih murah, lebih stabil, dan lebih berkelanjutan. Ini adalah kemenangan tiga arah: untuk negara, investor, dan rakyat," tambah Tohom.
Tohom yang juga Mantan Ketua FAKTA (Front Anti Kolusi Tanah Air) Sumatera Utara ini mengungkapkan bahwa revisi PP Nomor 7 Tahun 2017 bukan sekadar soal perizinan atau teknis investasi semata.
Baca Juga:
Ahli Sebut Alat Elektronik Penyebab Tingginya Tagihan, ALPERKLINAS Imbau Konsumen Gunakan Peralatan Hemat Listrik
Ia melihat kebijakan ini sebagai momentum strategis untuk membangun tata kelola energi bersih yang lebih inklusif .
"Keterbukaan, kepastian hukum, dan efisiensi dalam regulasi adalah keharusan mutlak agar investasi yang masuk benar-benar produktif," ujarnya.
Ia juga mendorong agar revisi peraturan pemerintah ini disertai evaluasi berkala serta pelibatan publik, khususnya dari komunitas konsumen energi dan masyarakat sipil.
Baca Juga:
Terus Tabuh Gendrang Optimisme dan Inovasi, ALPERKLINAS Apresiasi PLN atas Raihan Penghargaan IBEA 2025
"Konsumen harus dilibatkan sejak awal agar orientasi kebijakan tetap terjaga: bukan semata untuk korporasi, tetapi untuk kepentingan publik jangka panjang."
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan bahwa revisi PP tersebut mencakup sedikitnya 17 poin krusial yang tengah dikaji.
Di antaranya adalah penghapusan pajak tubuh bumi, penyederhanaan sistem lelang, pemanfaatan komponen dalam negeri, hingga insentif fiskal dan non-fiskal.