KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Ketegangan militer antara India dan Pakistan yang semakin meningkat hingga menyebabkan pemadaman listrik massal akibat dugaan serangan siber, menjadi peringatan keras bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) menilai bahwa potensi ancaman terhadap sistem kelistrikan nasional kini bukan lagi sekadar kemungkinan, melainkan kenyataan yang harus segera diantisipasi.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Inovasi Kerjasama PLN dan Perusahaan Sawit Ubah Limbah Cair Kelapa Sawit Jadi Sumber EBT
“Melihat apa yang terjadi di India, kita harus sadar bahwa listrik bukan hanya soal pelayanan publik, tapi juga urat nadi pertahanan negara. Serangan siber terhadap infrastruktur kelistrikan adalah bentuk perang modern yang sangat nyata,” ujar Ketua Umum Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS), KRT Tohom Purba, Sabtu (17/5/2025).
Menurutnya, situasi geopolitik global saat ini mengarah pada eskalasi yang mengancam stabilitas kawasan, bahkan berpotensi menyeret dunia ke dalam konflik terbuka skala besar.
Dalam kondisi seperti ini, kata Tohom, Indonesia tidak boleh lengah dalam menjaga ketahanan sistem energi nasional, khususnya di sektor kelistrikan.
Baca Juga:
Pasca Kebakaran Hebat PLTU Labuan Angin, ALPERKLINAS Desak Pemerintah dan PLN Pasang Anti Petir di Semua Pembangkit Listrik
“Kita ini negara kepulauan, sistem kelistrikan kita tersebar dan tidak sepenuhnya terintegrasi. Justru ini menjadi kelemahan besar jika tidak segera kita perkuat dari sisi pengamanan digital,” ujar Tohom.
Tohom menambahkan bahwa serangan siber terhadap kelistrikan bisa melumpuhkan transportasi, layanan kesehatan, telekomunikasi, dan aktivitas ekonomi hanya dalam hitungan menit.
Karena itu, ia mendesak PLN dan seluruh instansi terkait untuk membentuk satuan pengamanan khusus menghadapi ancaman non-konvensional ini.
“Pemerintah harus membentuk pusat komando siber khusus energi nasional. Tidak cukup hanya mengandalkan PLN atau BSSN bekerja sendiri-sendiri. Ini soal kedaulatan nasional,” ucapnya.
Tohom, yang juga Ketua Umum Organisasi Relawan Nasional DPP Martabat Prabowo-Gibran ini menekankan bahwa pemerintah harus menaruh perhatian besar terhadap ancaman hibrida seperti ini.
Menurutnya, visi Prabowo-Gibran tentang kemandirian energi dan transformasi digital perlu diperluas menjadi strategi pertahanan nasional.
“Pak Prabowo sangat paham pentingnya infrastruktur strategis seperti listrik dalam menjaga integritas negara. Mas Gibran juga punya perhatian besar pada teknologi dan inovasi. Karena itu, langkah perlindungan siber terhadap sistem kelistrikan harus dimasukkan dalam rencana besar pembangunan lima tahun ke depan,” sebutnya.
Tohom menilai bahwa konsumen listrik di Indonesia kini bukan hanya harus dijamin dari sisi tarif dan layanan, tetapi juga dari aspek keamanannya.
“Kalau sistem listrik disabotase oleh pihak asing, yang menderita pertama adalah masyarakat. Kita harus sadar, perlindungan konsumen juga berarti melindungi rakyat dari risiko kerusakan akibat konflik global yang kini semakin terasa getarnya,” tambahnya.
Sebelumnya, pemadaman listrik dilaporkan terjadi secara meluas di India, termasuk di Srinagar, Ferozepur, Distrik Kachch, Patan, dan Banaskantha, bersamaan dengan serangan udara Pakistan dalam Operasi Bunyanun Marsoos.
Media pemerintah Pakistan mengklaim telah melumpuhkan 70 persen jaringan listrik India melalui serangan siber.
Namun, pemerintah India membantah klaim tersebut. Indian Express melaporkan bahwa pemadaman dilakukan secara sengaja sebagai bagian dari protokol pertahanan sipil guna menghindari deteksi infrastruktur penting oleh musuh pada malam hari.
India menyebut hal ini sebagai langkah preventif dalam menghadapi serangan udara.
Ketegangan dua negara bersenjata nuklir itu dipicu oleh serangan kelompok militan di Kashmir yang menewaskan puluhan turis.
[Redaktur: Mega Puspita]