"Ini bukan tugas yang mudah. Beberapa dari kita telah merasakan manfaat transisi energi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, ada juga negara lain, termasuk Indonesia, yang membutuhkan terobosan kebijakan, dukungan finansial, dan kemitraan teknologi untuk mempercepat transisi energi," tuturnya.
Kehadiran forum ETWG diharapkan mampu menemukan terobosan-teroban inovatif dalam hal teknologi dan pembiayaan.
Baca Juga:
Tak Hanya Listrik Andal, Jaringan Internet PLN Turut Sukseskan Rangkaian ETWG hingga ETMM G20
"Kita perlu mendiskusikan model terbaik untuk memobilisasi pembiayaan publik dan swasta untuk energi terbarukan," urai Arifin.
Bahkan di hadapan para delegasi G20 dan undangan, Arifin menegaskan transisi energi merupakan tanggung jawab bersama, termasuk dukungan dari negara-negara maju.
"Kita perlu bekerja dalam upaya bersama di antara 20 pemerintah untuk mengatasi tantangan dan memanfaatkan potensi dan kemampuan yang kita miliki. Dengan bekerja sama, kita dapat berinovasi lebih cepat, menciptakan skala ekonomi, dan memperkuat insentif untuk investasi," tegas Arifin.
Baca Juga:
Sambut Era EV, Kementerian ESDM dan PLN Gelar Parade Motor Listrik di Bali
International Renewable Energy Agency (IRENA) sendiri telah memperkirakan pencapaian NZE pada tahun 2050, secara global membutuhkan tiga kali lipat investasi menjadi USD4,4 triliun per tahun untuk membangun energi bersih. "Kita juga perlu memperkuat dan mengumpulkan komitmen dari negara maju untuk menopang pendanaan USD100 miliar per tahun untuk menangani perubahan iklim," pungkas Arifin.
Ia pun menegaskan transisi energi merupakan kunci untuk memungkinkan pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan iklim. Untuk mewujudkan hal ini, peran negara-negara berkembang sangat esensial dalam memastikan masa depan energi dan iklim dunia, yaitu sistem energi yang tangguh dan membatasi pemanasan global.
Posisi Indonesia