“Misalnya, keringanan tarif parkir untuk EV, perluasan preferential lane, hingga kemudahan proses balik nama atau pajak daerah. Konsumen tidak hanya melihat potongan harga, tetapi keseluruhan nilai guna,” kata Tohom.
Selain itu, Tohom meminta pemerintah lebih transparan terkait keberlanjutan program subsidi yang selama dua tahun terakhir belum optimal penyerapan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dorong Pemerintah Kejar 100 Persen Rasio Elektrifikasi dengan Perbesar Anggaran LISDES
Menurutnya, banyak konsumen ragu karena skema pada 2023–2024 kerap berubah dan tidak selalu tersosialisasi dengan baik.
“Jika roadmap jelas dan insentif konsisten, masyarakat akan jauh lebih percaya. Pelaku industri juga bisa merencanakan produksi dengan stabil,” tegasnya.
Lebih jauh, Tohom menilai momentum fiskal 2026 adalah kesempatan untuk membenahi ekosistem EV secara menyeluruh. Ia menekankan perlunya integrasi antar-kementerian, terutama karena aspek harga, infrastruktur charging, dan regulasi teknis berada di lintas sektor.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Imbau Semua Kepala Daerah Tiru Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang Akan Listriki Warganya 100 Persen Tahun Ini
“Selama ini konsumen terlalu sering berada di posisi menunggu keputusan. Tahun 2026 harus menjadi tahun keberpihakan lebih kuat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa Kemenperin tengah merumuskan usulan insentif kendaraan listrik untuk diajukan sebagai bagian dari kebijakan fiskal 2026.
Kebijakan tersebut diharapkan mempercepat pertumbuhan BEV, menjaga daya saing industri otomotif, serta mempertimbangkan transisi dari kebijakan PPN DTP yang berlaku hingga 2025.