KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO – Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) merespons positif langkah pemerintah yang kembali menggagas insentif kendaraan listrik untuk tahun fiskal 2026.
Menurut ALPERKLINAS, rencana Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tersebut harus dibarengi desain kebijakan yang lebih pro-konsumen agar manfaatnya tidak hanya dirasakan industri, tetapi juga mendorong percepatan adopsi kendaraan listrik secara merata.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dorong Pemerintah Kejar 100 Persen Rasio Elektrifikasi dengan Perbesar Anggaran LISDES
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, mengungkapkan bahwa insentif baru idealnya tidak sekadar mengulang pola subsidi motor listrik sebelumnya.
“Konsumen harus menjadi pusat dari kebijakan ini,” ujar Tohom, Kamis (20/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa kebutuhan masyarakat kini tidak hanya pada potongan harga, tetapi juga pada jaminan infrastruktur pengisian, biaya listrik yang kompetitif, serta perlindungan purna jual yang lebih jelas.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Imbau Semua Kepala Daerah Tiru Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang Akan Listriki Warganya 100 Persen Tahun Ini
Tohom menilai pemerintah perlu memperluas skema bantuan agar tidak berhenti pada motor listrik.
“Jika ingin percepatan transisi energi berhasil, insentif harus menjangkau pengguna mobil listrik entry level. Ini akan membuka ruang adopsi lebih besar, terutama bagi keluarga muda yang mulai beralih ke kendaraan hemat energi,” ujarnya.
Ia juga mendorong pemerintah menyediakan insentif non-fiskal yang menyentuh kenyamanan pengguna jalan.
“Misalnya, keringanan tarif parkir untuk EV, perluasan preferential lane, hingga kemudahan proses balik nama atau pajak daerah. Konsumen tidak hanya melihat potongan harga, tetapi keseluruhan nilai guna,” kata Tohom.
Selain itu, Tohom meminta pemerintah lebih transparan terkait keberlanjutan program subsidi yang selama dua tahun terakhir belum optimal penyerapan.
Menurutnya, banyak konsumen ragu karena skema pada 2023–2024 kerap berubah dan tidak selalu tersosialisasi dengan baik.
“Jika roadmap jelas dan insentif konsisten, masyarakat akan jauh lebih percaya. Pelaku industri juga bisa merencanakan produksi dengan stabil,” tegasnya.
Lebih jauh, Tohom menilai momentum fiskal 2026 adalah kesempatan untuk membenahi ekosistem EV secara menyeluruh. Ia menekankan perlunya integrasi antar-kementerian, terutama karena aspek harga, infrastruktur charging, dan regulasi teknis berada di lintas sektor.
“Selama ini konsumen terlalu sering berada di posisi menunggu keputusan. Tahun 2026 harus menjadi tahun keberpihakan lebih kuat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa Kemenperin tengah merumuskan usulan insentif kendaraan listrik untuk diajukan sebagai bagian dari kebijakan fiskal 2026.
Kebijakan tersebut diharapkan mempercepat pertumbuhan BEV, menjaga daya saing industri otomotif, serta mempertimbangkan transisi dari kebijakan PPN DTP yang berlaku hingga 2025.
Pemerintah juga meninjau pengalaman program subsidi motor listrik pada 2023–2024 yang penyerapannya belum optimal.