Tohom yang juga Pendiri Komunitas Peduli Ketenagalistrikan Indonesia (Kopeklin) ini mengatakan bahwa pendekatan pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy) adalah bentuk ekonomi sirkular yang paling aplikatif di tengah urbanisasi cepat dan keterbatasan lahan.
Ia menilai, proyek ini sangat potensial menekan biaya sosial dan lingkungan akibat sistem pengelolaan sampah konvensional.
Baca Juga:
Pemkot Palembang Bakal Ubah Sampah Jadi Energi Listrik
“Sudah saatnya kita melampaui cara pandang lama. Sampah bukan hanya persoalan kebersihan, tapi soal energi, ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Koordinasi lintas sektor, termasuk dengan pelibatan pihak swasta dan internasional, adalah keniscayaan,” tambahnya.
Menurutnya, kehadiran teknologi internasional seperti milik CNTY akan memberi standar baru dalam pengelolaan energi terbarukan di tingkat daerah.
“Tinggal bagaimana semua pihak menjaga transparansi, pengawasan publik, serta memastikan proyek ini berjalan sesuai rencana tanpa membebani masyarakat, terutama dalam aspek tarif listriknya kelak,” katanya.
Baca Juga:
Ditjen EBTKE Gelar Pendampingan Teknis Percepatan Pembangunan PSEL 12 Kota
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Maharaksa Biru Energi Tbk, Bobby Gafur Umar, mengungkapkan bahwa proyek ini ditargetkan mulai konstruksi pada awal 2026, dengan harapan peletakan batu pertama bisa dilakukan tahun ini.
Ia menyebut bahwa fasilitas PSEL ini menjadi bukti komitmen pemerintah daerah dalam membenahi tata kelola persampahan.
“TPA Cipeucang ini sudah penuh dan tidak lagi memadai. Fasilitas pengolahan sampah yang lebih modern sangat dibutuhkan. Kami yakin, fasilitas ini akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Tangsel,” ujarnya.