Konsumenlistrik.com | Indonesia sebagai salah satu produsen batu bara dunia dengan berbagai tingkat kalori tentunya saat ini sedang memanen keuntungan (winfall profit) karena tingginya permintaan dan harga di pasar dunia. Hal itu dipicu pula karena saat ini sebagian dunia sedang musim dingin yang membutuhkan banyak energi untuk pemanasan. Harga dunia batu bara bisa melonjak sampai USD 150 - 200 per metrik ton (MT). Kondisi ini tentu menggiurkan pemilik tambang batu bara Indonesia untuk sebanyak-banyaknya mengekspor, padahal ini melanggar Pasal 33 UUD 45.
Batu bara kembali menjadi emas hitam bagi pemilik dan pengelola tambang domestik. Kondisi perubahan iklim yang mulai ekstrem membuat pembangkit energi baru terbarukan kemampuannya menurun, sehingga banyak negara Eropa dan China kembali mengoperasikan PLTU-nya dengan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energinya. Kondisi ini tentunya membuat neraca perdagangan Indonesia meningkat termasuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk itu kebijakan Domestik Market Obligation (DMO) harus diawasi dengan ketat berikut pelaksanaan penegakan hukumnya oleh pemerintah.
Baca Juga:
Menteri ESDM: 117 Perusahaan Tambang Harus Segera Penuhi Kewajiban Setoran PNBP
DMO batu bara merupakan kewajiban Badan Usaha Tetap untuk menyerahkan sebagian hasil produksi batu bara bagiannya kepada negara melalui Badan Pelaksana dalam rangka penyediaan batubara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang besarnya diatur di dalam kontrak kerja. DMO sangat penting supaya pemerintah dapat memastikan ketersediaan energi nasional tercukupi. Itu semua diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No. 139.K/HK.02/MEM.B/202 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri yang dikeluarkan tanggal 4 Agustus 2021.
Pemerintah menetapkan besaran DMO sebanyak 25% dari rencana jumlah produksi batu bara tahunan dari setiap produsen dengan harga capping USD 70 per MT. Harga dunia batu bara sedang di atas, jadi tidak heran banyak pengusaha menggunakan kelemahan pengawasan dari regulator untuk mengekspor sebanyak mungkin.
Data yang kami dapat dari pelaku usaha dan kantor Kementerian ESDM ada sekitar 418 perusahaan batu bara yang DMO-nya nol, sementara ada produsen besar yang juga belum menyetor DMO sepenuhnya. Jadi tidak heran jika PLN berteriak kekurangan batu bara dan beberapa pembangkitnya terancam mati. Saatnya pemerintah melaksanakan penegakan hukum yang tegas apapun alasannya.
Baca Juga:
Mendag Zulhas Batalkan Wajib Tunjukkan KTP Jadi Syarat Beli Minyakita
Kondisi DMO
Berdasarkan komunikasi saya dengan beberapa pihak kunci/terkait hingga tanggal 1 Januari 2022 malam ada beberapa catatan sebagai berikut. Realisasi pasokan batu bara pada bulan-bulan sebelumnya di tahun 2021 hanya 62%, namun tanggal 14 Januari 2022 justru akan mengalami penurunan dan diproyeksikan hanya sebesar 35% (1,3 Juta MT).
Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM memberikan penugasan untuk penambahan stok batu bara PLN hingga sebesar 5,1 Juta MT yang harus segera terkirim ke beberapa PLTU, namun hingga tanggal 1 Januari 2022 lalu belum sepenuhnya dipatuhi oleh para pemasok, terbukti bahwa PLN hanya dipasok sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1%.