"Masalah utamanya yaitu kepatuhan pemenuhan DMO dengan harga yang telah ditetapkan. Masalah ini, solusinya dapat dua hal, yaitu pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas," ungkap Ahmad Redi kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/3/2022).
Sejatinya, kata Ahmad Redi, harga batu bara dengan patokan US$ 70 per ton merupakan komitmen hukum perusahaan tambang untuk mensuplai dalam negeri.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
"Nah, bila ada perusahaan tambang yang memiliki kewajiban memasok DMO dengan harga yang telah ditetapkan dan tidak mematuhi kewajiban tersebut, maka sebaiknya penegakan hukum dapat dilakukan melalui stop ekspor bahkan pencabutan IUP/IUPKnya," ungkap Ahmad Redi.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM sejatinya sudah menerbitkan aturan baru yakni Keputusan Menteri ESDM Nomor 13.k/HK.021/MEM.B/2022 terkait dengan Pedoman Pengenaan Sanksi Administratif, Pelarangan Penjualan Batu Bara ke Luar Negeri dan Pengenaan Denda Serta Dana Kompensasi Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri.
Dalam aturan yang diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif Pada 19 Januari 2022 itu, terdapat 16 diktum kebijakan yang intinya membahas mengenai sanski, denda serta dana kompensasi apabila perusahaan pertambangan dalam hal ini Izin Usah Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP), IUP Khusus (IUPK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Itu artinya, beleid baru yang diterbitkan Menteri ESDM ini bertujuan untuk menangkal krisis batu bara. Supaya para perusahaan pertambangan tersebut bisa melaksanakan kewajiban setor batu bara dalam negeri. Diantaranya aturan baru itu menyebutkan:
Dalam Diktum pertama: Bagi perusahaan pertambangan yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) atau tidak memenuhi kontrak penjualan sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 139.K/HK.02/ MEM.B/2021 dikenai sanksi administratif berupa:
Poin a. penghentian sementara seluruh kegiatan operasi produksi atau pernyataan kelalaian dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kalender; dan b. pencabutan Izin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, atau pengakhiran PKP2B.