Menurut Tohom, Indonesia memiliki potensi radiasi matahari yang jauh lebih besar dibandingkan banyak negara di Timur Tengah. Karena itu, peluang untuk membangun PLTS di hamparan tanah kosong sangat terbuka lebar.
“Jika negara dengan curah matahari ekstrem seperti Irak saja bisa memanfaatkan energinya untuk mengatasi krisis listrik, Indonesia yang berlimpah cahaya matahari seharusnya sudah menjadi pemimpin energi surya di Asia Tenggara,” ujarnya tegas.
Baca Juga:
Perjudian Tembak Ikan Merajalela di Jambi, Diduga Dibekingi Oknum Polisi Inisial S
Tohom yang juga Pengurus Fisuel Internasional Kawasan Asia - Pasifik ini menambahkan bahwa model pembangunan PLTS di tanah lapang akan memberikan efisiensi biaya yang lebih tinggi dibandingkan PLTS atap.
“PLTS di lahan terbuka dapat dikembangkan dalam skala besar dengan biaya perawatan yang lebih rendah dan proses ekspansi yang fleksibel. Ini cocok untuk kawasan industri, desa mandiri energi, maupun proyek pemerintah daerah,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa proyek PLTS di tanah kosong bukan hanya proyek energi, tetapi juga investasi jangka panjang untuk masa depan ekonomi hijau Indonesia.
Baca Juga:
Jaga Daya Beli Masyarakat, ALPERKLINAS Apresiasi PLN Beri Diskon Listrik Mulai 1 Oktober 2025
“Kita sedang menuju era di mana kedaulatan energi menjadi faktor strategis. Pemerintah perlu berani membuka kemitraan dengan sektor swasta dan komunitas energi lokal agar pengembangan PLTS ini berjalan cepat dan terarah,” katanya.
Tohom juga menilai pentingnya keberpihakan regulasi agar pengembangan PLTS tidak berhenti pada proyek percontohan semata. “Kita memerlukan roadmap nasional yang konkret agar setiap provinsi memiliki kawasan PLTS sendiri.
Dengan begitu, kita tidak hanya mengandalkan bendungan atau atap gedung, tapi juga lahan-lahan tidur yang berpotensi menjadi sumber daya strategis bangsa,” ujarnya.