KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mendorong pemerintah dan PLN untuk memperluas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tidak hanya di bendungan dan atap bangunan, tetapi juga di hamparan tanah kosong yang banyak tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Langkah ini dinilai strategis untuk mempercepat transisi energi bersih sekaligus menciptakan kemandirian listrik nasional.
Baca Juga:
Perjudian Tembak Ikan Merajalela di Jambi, Diduga Dibekingi Oknum Polisi Inisial S
Menurut ALPERKLINAS, Indonesia memiliki potensi lahan tidak produktif yang sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk pembangunan PLTS berskala industri.
Pemanfaatan lahan seperti ini akan membantu pemerataan pasokan listrik hingga ke pelosok, tanpa perlu mengganggu lahan pertanian atau kawasan hutan lindung.
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menjelaskan bahwa strategi pemanfaatan tanah kosong untuk PLTS telah terbukti efektif di sejumlah negara.
Baca Juga:
Jaga Daya Beli Masyarakat, ALPERKLINAS Apresiasi PLN Beri Diskon Listrik Mulai 1 Oktober 2025
“Kita bisa belajar dari Irak, Uni Emirat Arab (UEA), dan India. Mereka berhasil mengubah lahan tandus dan padang gurun menjadi pusat pembangkit tenaga surya berkapasitas besar yang mampu menyuplai energi bersih ke jaringan nasional,” ujar Tohom, Senin (6/10/2025).
Ia mencontohkan proyek PLTS Karbala di Irak yang mampu menghasilkan hingga 300 megawatt listrik dan PLTS Al Dhafra di Abu Dhabi, UEA, yang menjadi salah satu PLTS terbesar di dunia dengan lebih dari 4 juta panel surya.
“UEA berhasil mengubah gurun pasir menjadi sumber energi berkelanjutan. Indonesia seharusnya juga bisa melakukan hal yang sama dengan memanfaatkan lahan kosong di luar Jawa,” tambahnya.
Menurut Tohom, Indonesia memiliki potensi radiasi matahari yang jauh lebih besar dibandingkan banyak negara di Timur Tengah. Karena itu, peluang untuk membangun PLTS di hamparan tanah kosong sangat terbuka lebar.
“Jika negara dengan curah matahari ekstrem seperti Irak saja bisa memanfaatkan energinya untuk mengatasi krisis listrik, Indonesia yang berlimpah cahaya matahari seharusnya sudah menjadi pemimpin energi surya di Asia Tenggara,” ujarnya tegas.
Tohom yang juga Pengurus Fisuel Internasional Kawasan Asia - Pasifik ini menambahkan bahwa model pembangunan PLTS di tanah lapang akan memberikan efisiensi biaya yang lebih tinggi dibandingkan PLTS atap.
“PLTS di lahan terbuka dapat dikembangkan dalam skala besar dengan biaya perawatan yang lebih rendah dan proses ekspansi yang fleksibel. Ini cocok untuk kawasan industri, desa mandiri energi, maupun proyek pemerintah daerah,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa proyek PLTS di tanah kosong bukan hanya proyek energi, tetapi juga investasi jangka panjang untuk masa depan ekonomi hijau Indonesia.
“Kita sedang menuju era di mana kedaulatan energi menjadi faktor strategis. Pemerintah perlu berani membuka kemitraan dengan sektor swasta dan komunitas energi lokal agar pengembangan PLTS ini berjalan cepat dan terarah,” katanya.
Tohom juga menilai pentingnya keberpihakan regulasi agar pengembangan PLTS tidak berhenti pada proyek percontohan semata. “Kita memerlukan roadmap nasional yang konkret agar setiap provinsi memiliki kawasan PLTS sendiri.
Dengan begitu, kita tidak hanya mengandalkan bendungan atau atap gedung, tapi juga lahan-lahan tidur yang berpotensi menjadi sumber daya strategis bangsa,” ujarnya.
Selain memperkuat ketahanan energi, pengembangan PLTS di tanah kosong juga akan mendorong terciptanya lapangan kerja baru dan menggerakkan ekonomi daerah.
ALPERKLINAS menegaskan bahwa transformasi energi bersih harus menjadi agenda nasional yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
Sebelumnya, sejumlah pemerhati energi global juga menyoroti tren pembangunan PLTS di lahan terbuka.
India, misalnya, sukses mengoperasikan taman surya Bhadla Solar Park di Rajasthan dengan kapasitas mencapai 2.245 megawatt, menjadikannya salah satu kompleks tenaga surya terbesar di dunia.
Model seperti ini dinilai bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia untuk memanfaatkan lahan kering dan minim produktivitas menjadi sumber energi berkelanjutan.
[Redaktur: Mega Puspita]