“Kerja sama dengan pihak asing harus dibarengi dengan transfer pengetahuan, keterlibatan lokal, dan sistem kontrol publik yang jelas. Jangan sampai hanya jadi proyek elit tanpa dampak ke rakyat,” tambahnya.
Tohom yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum Wahana Konsumen Indonesia ini mengatakan bahwa inisiatif PLN untuk mendongkrak kapasitas energi bersih melalui PLTA adalah langkah yang sejalan dengan aspirasi konsumen masa kini yang lebih sadar lingkungan dan menuntut transparansi.
Baca Juga:
PLTA Jadi Pilihan Utama EBT, ALPERKLINAS: Miliki Multi Efek bagi Masyarakat Sekitar
“Dengan potensi air yang luar biasa, Indonesia tak boleh hanya jadi pasar. Kita harus jadi pelaku utama dan tuan rumah di negeri sendiri. Konsumen juga harus dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengawasan agar kepercayaan tetap terjaga,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero), Suroso Isnandar, dalam Konferensi Pembangkit Listrik Tenaga Air Indonesia–Swiss 2025 menyatakan bahwa saat ini baru 5,8 gigawatt (GW) dari total potensi energi air sebesar 29 GW yang dimanfaatkan.
Ia menambahkan, dalam 10 tahun ke depan akan ada tambahan kapasitas pembangkit sebesar 71,2 GW, di mana 59% berasal dari energi terbarukan, termasuk 11,7 GW atau 28% dari PLTA skala besar dan kecil.
Baca Juga:
Indonesia Menuju Kemandirian Energi, Prabowo Resmikan 37 Proyek Strategis Ketenagalistrikan
PLN pun mengajak investor Swiss untuk berkolaborasi dalam pengembangan PLTA di Indonesia.
Menurut Suroso, kontribusi Swiss di sektor PLTA sudah terbukti sejak lama melalui berbagai proyek besar seperti PLTA Saguling dan Cirata.
Sementara itu, Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Timor-Leste dan ASEAN, Olivier Zehnder, menyatakan bahwa Swiss menghasilkan 60% listriknya dari PLTA.