"Sudah ada enam perusahaan telah tandatangan dengan swasta Singapura, dan ini Bussines to Bussines (B to B) karena ini pembangkit berasal dari EBT," tandas Djoko.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari menjelaskan, dalam hal ekspor listrik ke Singapura ini, Indonesia, memiliki posisi strategis, baik secara geografis maupun pembangkit EBT yang besar.
Baca Juga:
Soal Rencana Setop Ekspor Listrik Energi Baru Terbarukan, Ini Penjelasan Menteri Investasi
"Keputusan ekspor listrik ke Singapura, juga harus berdasarkan seberapa banyak benefit yang bisa diperoleh Indonesia dibandingkan kebutuhan biaya investasi dan pemanfaatan sumber daya equity itu sendiri," jelas Ida.
Dalam ekspor listrik ke Singapura ini, kata Ida, pemerintah tidak memiliki target khusus, kapan ekspor listrik ini bisa terwujud. Pasalnya, semuanya tergantung dari permintaan pemerintah Singapura.
Pada tahap pertama, apabila menggunakan HVAC (High Voltage Alternating Current) maka Indonesia bakal melakukan transfer listrik hingga 600 megawatt (MW) yang bisa diimplementasikan pada 2025.
Baca Juga:
PLN Batalkan Ekspor Listrik ke Singapura, Gegara Apa?
Selanjutnya, apabila transfer listrik menggunakan High Voltage Direct Current (HVDC), Indonesia akan melakukan transfer listrik dengan kapasitas yang lebih besar dan bisa diimplementasikan pada 2027.
"Kedua hal tersebut tergantung dari permintaan Singapura yang tertuang di dalam dokumen request of proposal tahap satu yang telah dirilis pada akhir 2021," jelas Ida dilansir dari CNBC Indonesia.
"Singapura-nya yang mengeluarkan request proposal ini, tahap pertama dan target mereka sekitar 1,2 GW sampai 2027. Tapi dari Indonesia tergantung dari kajian yang dilakukan badan usaha, PT PLN (Persero) dan lainnya," kata Ida melanjutkan.