Konsumenlistrik.com | Singapura menargetkan kegiatan impor listrik dari Indonesia pada tahun 2025 mencapai 600 Mega Watt (MW) dan pada tahun 2027 mencapai 1.200 MW.
Untuk memenuhi kebutuhan itu, beberapa badan usaha ketenagalistrikan tanah air kabarnya sudah melaksanakan perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan piahk Singapura.
Baca Juga:
Soal Rencana Setop Ekspor Listrik Energi Baru Terbarukan, Ini Penjelasan Menteri Investasi
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk melaksanakan transfer atau ekspor listrik ke Singapura.
Hal itu untuk memenuhi kebutuhan listrik negara tetangga tersebut.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto membeberkan bahwa terdapat enam badan usaha yang akan melakukan kegiatan ekspor listrik ke Singapura itu, diantaranya PT PLN Batam, PT Medco Power, PT Indonesia Power, pembangkit milik PT Pertamina (Persero) dan badan pengusahaan BP Bata.
Baca Juga:
PLN Batalkan Ekspor Listrik ke Singapura, Gegara Apa?
"Rata-rata ekspor listrik 100 MW dan peaknya bisa mencapai 600 MW," terang Djoko kepada CNBC Indonesia, Senin (7/2/2022). Adapun listrik yang akan diekspor itu akan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif telah menandatangani kerjasama atau MoU di bidang energi dengan Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng.
MoU kerja sama bidang energi tersebut akan memayungi sejumlah area, termasuk di antaranya: pengembangan energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan hidrogen, interkoneksi listrik lintas batas dan jaringan listrik regional, perdagangan energi, pembiayaan proyek energi, dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
"Sudah ada enam perusahaan telah tandatangan dengan swasta Singapura, dan ini Bussines to Bussines (B to B) karena ini pembangkit berasal dari EBT," tandas Djoko.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ida Nuryatin Finahari menjelaskan, dalam hal ekspor listrik ke Singapura ini, Indonesia, memiliki posisi strategis, baik secara geografis maupun pembangkit EBT yang besar.
"Keputusan ekspor listrik ke Singapura, juga harus berdasarkan seberapa banyak benefit yang bisa diperoleh Indonesia dibandingkan kebutuhan biaya investasi dan pemanfaatan sumber daya equity itu sendiri," jelas Ida.
Dalam ekspor listrik ke Singapura ini, kata Ida, pemerintah tidak memiliki target khusus, kapan ekspor listrik ini bisa terwujud. Pasalnya, semuanya tergantung dari permintaan pemerintah Singapura.
Pada tahap pertama, apabila menggunakan HVAC (High Voltage Alternating Current) maka Indonesia bakal melakukan transfer listrik hingga 600 megawatt (MW) yang bisa diimplementasikan pada 2025.
Selanjutnya, apabila transfer listrik menggunakan High Voltage Direct Current (HVDC), Indonesia akan melakukan transfer listrik dengan kapasitas yang lebih besar dan bisa diimplementasikan pada 2027.
"Kedua hal tersebut tergantung dari permintaan Singapura yang tertuang di dalam dokumen request of proposal tahap satu yang telah dirilis pada akhir 2021," jelas Ida dilansir dari CNBC Indonesia.
"Singapura-nya yang mengeluarkan request proposal ini, tahap pertama dan target mereka sekitar 1,2 GW sampai 2027. Tapi dari Indonesia tergantung dari kajian yang dilakukan badan usaha, PT PLN (Persero) dan lainnya," kata Ida melanjutkan.
Sementara itu, mengenai kesiapan infrastruktur, untuk pengembangan alur pipa atau kabel bawah laut sudah termaktub dalam berbagai regulasi.
Regulasi yang dimaksud misalnya Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 14 Tahun 2021 tentang alur pipa dan/atau alur bawah laut menggunakan landing station eksisting yang berlokasi di Tanjung Timban. Sedangkan landing station di Singapura berlokasi di Pulau Jurong.
"Itu yang sudah tertuang di dalam Kepmen KKP Nomor 14 Tahun 2021," jelas Ida. [tum]