Kemudian, ia juga perkirakan kebutuhan akan meningkat lagi hingga 155 juta sampai dengan 160 juta MT pada 2030.
Adapun PLN mencatat kenaikan permintaan listrik mencapai 5,3 Terawatt hour (TWh) pada pertengahan tahun ini. Karenanya, perusahaan setrum itu membutuhkan tambahan pasokan batu bara mencapai 7,7 juta ton dari rencana kerja awal yang telah ditetapkan tahun ini.
Baca Juga:
Perang India-Pakistan Meletus, Ekspor Batu Bara RI Terancam Anjlok
"Dalam proses itu kami melakukan renegosiasi dengan independent power producer (IPP) dari yang tadinya kami harus hadapi oversupply kami berhasil mengendorkannya sehingga berhasil menurunkan produksi listrik dengan IPP sekaligus menurunkan take or pay kami," kata Darmawan.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan lebih banyak pengusaha melakukan ekspor dibanding memenuhi DMO karena disparitas harga yang tinggi.
Sementara, harga DMO hanya US$70 per ton untuk sektor kelistrikan. Sedangkan, harga DMO untuk sektor non kelistrikan US$90 per ton.
Baca Juga:
Ditangkap karena Kasus Suap PPPK, Zahir Tetap Daftarkan Diri di Pilkada Batu Bara
Selain itu, Arifin mengatakan sanksi berupa pembayaran dana kompensasi dengan tarif yang kecil juga membuat pengusaha lebih memilih ekspor. Menurutnya, keuntungan dari ekspor lebih besar dibanding biaya sanksi.
"Untuk itu, ada kecenderungan untuk menghindari kontrak dengan industri dalam negeri," kata Arifin. [tum]