Menurutnya, selama ini sektor UKM menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi domestik, sehingga bantuan berupa tarif listrik yang lebih ringan akan membantu mereka bertahan di tengah tekanan biaya produksi.
Tohom yang juga Pendiri Monitoring Konsumen Listrik Indonesia (MKLI) ini menilai, pemerintah perlu menyusun mekanisme yang transparan dan tepat sasaran dalam pelaksanaan diskon tarif listrik agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat luas.
Baca Juga:
Jaga Daya Beli Masyarakat, ALPERKLINAS Apresiasi PLN Beri Diskon Listrik Mulai 1 Oktober 2025
“Bisa saja kebijakan ini diberlakukan untuk pelanggan rumah tangga 900 VA hingga 2200 VA, serta pelaku usaha kecil. Sementara untuk pelanggan industri besar atau sektor yang tidak terdampak langsung, kebijakan bisa dibuat lebih selektif. Prinsipnya, jangan sampai subsidi atau potongan justru salah sasaran,” ujarnya menegaskan.
Tohom juga mengingatkan bahwa dalam konteks kebijakan publik, kebijakan energi yang pro-konsumen merupakan bagian penting dari reformasi kesejahteraan.
“Listrik adalah kebutuhan dasar, sama seperti pangan dan air. Maka, kebijakan tarifnya pun harus berpihak pada rakyat,” ucapnya.
Baca Juga:
Selalu Berbaur dengan Konsumen, ALPERKLINAS Dorong Seluruh Unit PLN Berbagi dengan Masyarakat
Menurut Tohom, efek berantai dari diskon listrik tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia menilai, ruang konsumsi masyarakat yang meningkat akan memicu kenaikan permintaan barang dan jasa lain, sehingga berpotensi memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jika pemerintah memberi diskon selama satu tahun penuh, bukan hanya rumah tangga yang terbantu, tapi juga roda ekonomi bisa bergerak lebih cepat. Daya beli naik, inflasi terkendali, dan konsumsi rumah tangga tetap terjaga,” pungkasnya.
Sebelumnya, pengamat ekonomi dari INDEF, Abra Talattov, juga menilai kebijakan potongan tarif listrik sebesar 50% yang diterapkan pada Januari–Februari 2025 lalu terbukti memberikan dampak positif bagi ekonomi.