Menurutnya, edukasi publik dan insentif non-finansial seperti kemudahan perizinan atau keringanan pajak akan mendorong adopsi PLTS atap lebih luas.
“Yang dibutuhkan sekarang adalah kolaborasi masif: antara pemerintah, BUMN, pelaku usaha, dan masyarakat sipil. Bila ini dijalankan secara simultan, kita bisa berbicara soal kemandirian energi sekaligus penghematan," tuturnya.
Baca Juga:
Wagub Lampung Jihan Nurlela Tekankan Pengelolaan Sampah Terpadu untuk Mengatasi Persoalan
Lebih jauh, Tohom yang juga Wakil Ketua Umum Komite Nasional LSM Indonesia (KN LSM Indonesia) ini menilai bahwa program PLTS atap sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan dan upaya pemerintah dalam mengurangi emisi karbon.
“Kami mendukung penuh langkah ini karena PLTS bukan hanya alat teknologis, tapi juga simbol komitmen ekologis. Bali telah menunjukkan bahwa transformasi hijau bukan retorika, melainkan kebijakan nyata,” ujarnya.
Menurut Tohom, keberhasilan program ini juga dapat menjadi tekanan moral bagi pemerintah daerah lain yang masih ragu-ragu dalam mendorong transisi energi.
Baca Juga:
PLN UID S2JB Audiensi dengan Gubernur Sumsel Bahas Layanan Kelistrikan Regional
Ia berharap pemerintah pusat memberi dorongan lebih kuat melalui regulasi dan pendanaan yang berpihak.
“Jika Bali bisa, daerah lain pun tak ada alasan untuk tidak bisa. Energi surya ini milik semua warga negara, bukan monopoli kelompok tertentu,” bebernya.
Sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster dalam sambutannya saat peluncuran Skema Pemasangan PLTS Atap oleh Tim Percepatan PLTS Atap (15/5/2025) menjelaskan bahwa pengguna PLTS atap tak perlu membeli panel secara mandiri.