WahanaNews.co-Konsumenlistrik, Jakarta – PT PLN (Persero) menjalankan berbagai langkah dan strategi untuk mendukung percepatan transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Untuk memastikan komitmennya tersebut, dalam operasional maupun bisnis PLN dirancang selaras dengan upaya transisi energi termasuk pengurangan emisi karbon hingga pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
Saat menjadi panelis dalam HSBC Summit 2023, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo memaparkan berbagai strategi yang telah dan akan dilakukan PLN dalam mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor kelistrikan.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Selama 3,5 tahun terakhir, PLN telah menghapus rencana pembangunan 13,3 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sebelumnya masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). PLN mengganti PLTU batubara sebesar 800 MW dengan pembangkit gas hingga membatalkan perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) PLTU batu bara sebesar 1,3 GW.
“Apakah itu cukup? Tidak cukup. 1,1 GW batu bara lainnya tidak hanya dihilangkan tetapi juga digantikan oleh energi terbarukan yang dapat menghilangkan sekitar 200 juta CO2 dalam waktu 25 tahun,” ujar Darmawan dalam acara HSBC Summit 2023 bertajuk Navigating Indonesia’s Path: Insight For Today, Visions For Tomorrow di The St.Regis Jakarta, Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Selain itu, PLN juga tengah menggencarkan pengembangan EBT di Indonesia dengan membangun rancangan kelistrikan paling hijau dalam sejarah yakni penambahan 52 persen pembangkit dari EBT. Tak cukup sampai disitu, PLN juga akan mengakselerasi penambahan pembangkit energi terbarukan secara agresif hingga 75 persen berbasis air, angin, matahari, panas bumi dan ombak.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Darmawan melanjutkan, upaya ini juga ditambah dengan inovasi PLN membangun Green Transmission Line, yaitu jalur transmisi besar dalam mengatasi missmatch antara lokasi episentrum EBT yang jauh dari pusat ekonomi dan industri yang berada di Pulau Jawa.
“Kita perlu membangun jalur transmisi ramah lingkungan dalam skala besar. Jika kita membangunnya, maka kita dapat menambah 32 GW energi terbarukan berbasis tenaga air dan panas bumi hingga 15 tahun ke depan,” kata Darmawan.
Di samping itu, untuk memastikan pasokan EBT tetap stabil di tengah cuaca Indonesia yang berubah, PLN juga akan membangun smart grid untuk mengantisipasi tantangan intermiten sistem sebelumnya yang tidak mampu mengakomodasi pembangkit surya dan angin dalam skala besar.