"Ini adalah upaya yang tidak hanya menjaga kesejahteraan pekerja, tetapi juga kepentingan rakyat Indonesia, yang membutuhkan energi yang terjangkau dan berkelanjutan," tambahnya.
Di sisi lain, Tohom juga menyoroti pentingnya kebijakan pemerintah dalam mendukung transisi energi yang berkeadilan.
Baca Juga:
PLN Gelar Relawan Bakti BUMN di Sumba Timur, Kolaborasi Kementerian dan Lintas BUMN Untuk Pengabdian Masyarakat
"Dengan meningkatnya porsi energi terbarukan, kita harus memastikan bahwa peralihan ini tidak merugikan sektor BUMN atau masyarakat. Kita tidak boleh membiarkan kebijakan ini hanya menguntungkan pihak-pihak swasta yang tidak peduli dengan kesejahteraan rakyat,” ujar Tohom, yang juga merupakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Wahana Konsumen Indonesia ini.
Selain itu, Tohom turut menekankan bahwa transisi energi harus dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana, mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
Isu terkait pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan dominasi swasta dalam proyek energi terbarukan menjadi sorotan dalam pertemuan ini.
Baca Juga:
PT Perikanan Indonesia: Fokus Sinergikan Kapal Penangkap Ikan dan Pelabuhan di 2025
Tohom menambahkan, “Kita harus memastikan bahwa energi baru terbarukan (EBT) tetap menjadi milik rakyat, bukan komoditas mahal yang membebani masyarakat. Negara harus hadir untuk menjaga harga listrik tetap terjangkau dan memastikan ketahanan energi nasional.”
Sebagai bagian dari komitmennya untuk mengawal kebijakan transisi energi, serikat pekerja sektor ketenagalistrikan telah merumuskan sejumlah rekomendasi penting, termasuk penolakan terhadap privatisasi listrik dan penguatan advokasi kebijakan.
“Kebijakan transisi energi harus berpihak pada rakyat. Kami menolak privatisasi yang akan mengancam kedaulatan negara,” tegas Agus Wibawa, Ketua Umum SP PJB.