Konsumenlistik.com | Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) meminta PT PLN (Persero) menjalankan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 dan tak membatasi pemanfaatan PLTS atap hanya 10-15 persen dari kapasitas listrik terpasang di sektor industri.
Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa menilai kebijakan PLN itu bisa mempengaruhi target energi terbarukan yang dicanangkan pemerintah.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
"PLTS atap komersial dan industri itu salah satu kontributor utama. Jadi, kalau PLTS atap dihambat, menyebabkan target energi terbarukan yang dicanangkan Jokowi bisa gagal tercapai," katanya dalam keterangan di Jakarta, Senin (11/4/2022).
Pemerintah telah menetapkan PLTS atap dengan target 3,6 gigawatt pada 2025 sebagai program strategis nasional.
Penetapan PLTS atap sebagai program strategis nasional dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian target energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017.
Fabby mengemukakan saat ini laporan yang diterima AESI terkait keluhan atas terhambatnya izin pemanfaatan PLTS atap semakin meluas di berbagai daerah.
Menurutnya, sikap PLN yang membatasi PLTS atap ini bisa berimbas terhadap iklim investasi energi terbarukan di Indonesia.
Dalam surat edaran internal PLN yang diperoleh, General Manager PLN Irwansyah Putra menyebutkan bahwa Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 itu belum mengatur secara detail aspek teknis.
Untuk memastikan implementasi regulasi itu tidak berdampak buruk terhadap sistem (mutu layanan, efisiensi, maupun keselamatan) dan agar potensi naiknya biaya (AI/AO) termitigasi dengan baik, saat ini PLN disebutnya sedang melakukan upaya harmonisasi dengan beberapa kementerian, terkait kajian aspek teknis, finansial, maupun aspek keselamatan ketenagalistrikan.
Irwansyah mengatakan strategi layanan terhadap permohonan untuk PLTS atap yang berlaku saat ini secara umum kapasitasnya dibatasi antara 10-15 persen dari daya tersambung.
"Untuk pelanggan dengan daya besar (TM&TT) agar dilakukan evaluasi lebih detail, khususnya kajian pengaruh teknis terhadap sistem," sebut surat internal tersebut.
Selain batasan pemanfaatan PLTS atap di sektor industri, Fabby juga menyoroti langkah Kementerian Keuangan yang tetap memberikan subsidi energi fosil kepada PLN melalui kebijakan harga domestic market obligation (DMO) batu bara, harga listrik yang belum sesuai keekonomian, hingga pengembangan energi terbarukan memerlukan concessional finance dari PT Sarana Multi Infrastruktur. [tum]