Namun, dengan terjunnya PLN dalam memberikan pembinaan kepada mitra binaan, masyarakat mampu memilah sampah yang menjadi bagian terpenting.
Vice President Keselamatan dan Kesehatan Kerja PLN, Leiden Brix Hutapea menjelaskan, saat ini PLN memang sudah memiliki sekitar 100 mitra binaan dan 12 desa binaan yang fokus untuk mengelola sampah menjadi lebih tepat guna.
Baca Juga:
Menko Airlanggga Dorong Pembiayaan Penghijauan dan Perbaikan Bauran Energi
Pengelolaan sampah melalui program TJSL ini, salah satunya sudah berjalan di Nusa Tenggara Barat (NTB). PLN memiliki program yang memberdayakan masyarakat setempat mulai dari pemilahan sampah hingga mengolahnya menjadi pelet untuk tambahan bahan baku co-firing di PLTU.
"Selain bisa mengelola sampah sehingga lingkungan masyarakat menjadi lebih bersih. Pengelolaan sampah menjadi pelet ini juga bahkan bisa meningkatkan perekonomian warga karena produksi pelet dari sampah kami serap menjadi bahan tambahan dalam proses co-firing," kata Leiden.
Baca Juga:
Australia Umumkan Peraturan Baru Penyerapan Mobil Listrik Tekan Emisi Karbon Kendaraan
Tak hanya di NTB, PLN saat ini telah menjalankan program co-firing di 20 PLTU yang tersebar di sejumlah lokasi, dengan konsumsi biomassa sebesar 149,466 ton. Dari co-firing ini, realisasi produksi listriknya mencapai 139,5 gigawatthour (GWh) pada september 2021. Targetnya, pada 2025, ada 52 PLTU yang akan menggunakan co-firing ini dengan proyeksi produksi listrik mencapai 10.601 GWh.
Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku pelet untuk co-firing, PLN mengembangkan beberapa sumber biomassa seperti dari hutan tanaman energi sebesar 8 juta ton dan pelet sampah sebesar 1 juta ton.
Langkah ini juga sejalan dengan target pemerintah dalam pengurangan emisi untuk mencapai net zero carbon. Dengan teknik co-firing di PLTU ini, 12 juta ton emisi bisa berkurang.