Konsumenlistrik.com I PT PLN (Persero) berhasil membina masyarakat mengelola sampah menjadi sumber energi alternatif yang dapat menghasilkan listrik, hal ini merupakan bagian dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
Langkah PLN tersebut merupakan suatu terobosan untuk mengatasi permasalahan sampah yang saat ini belum dapat diselesaikan. Hingga tahun 2021, jumlah sampah di Indonesia bisa mencapai 70 juta ton per hari. Besarnya jumlah sampah ini selain menambah beban emisi karbon juga menjadi persoalan pelik lingkungan.
Baca Juga:
Menko Airlanggga Dorong Pembiayaan Penghijauan dan Perbaikan Bauran Energi
Kasubdit Barang dan Kemasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ujang Solihin Sidik menjelaskan, saat ini produksi sampah di Indonesia bisa mencapai 70 juta ton per hari. Sekitar 70 persennya bahkan terbuang begitu saja di laut. 30 persennya menumpuk menjadi gunungan sampah di tempat pembuangan akhir.
Ujang menilai, perlu ada langkah efektif agar sampah bisa dikelola dan menghasilkan manfaat, seperti yang telah dilakukan PLN melalui program TJSL, yang juga menjadi kewajiban dalam pemenuhan Sustainability Development Goals (SDG's). Peran aktif BUMN dalam pengelolaan sampah bersama masyarakat menjadi kunci penyelesaian persoalan sampah.
"Kami dari KLHK sangat konsen terhadap isu sampah ini. Kami punya target paling tidak sampah yang dibuang ke laut bisa berkurang hingga 70 persen. Namun, ini tentu tidak bisa dilakukan sendiri. Keterlibatan PLN dalam mendampingi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan peran penting," ujar Ujang dalam PLN TJSL Fest 2021, Jumat (12/11).
Baca Juga:
Australia Umumkan Peraturan Baru Penyerapan Mobil Listrik Tekan Emisi Karbon Kendaraan
Ujang pun mengapresiasi langkah PLN membina warga untuk mengelola sampah menjadi sumber energi alternatif. Melalui mitra binaannya, PLN mengolah sampah menjadi brisket ataupun pelet untuk bahan campuran batu bara (co-firing) di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"Ini selain bisa mengurangi beban sampah juga bisa menjadikan sampah sebagai sumber energi alternatif. Harapnnya di 2025, skema pengelolaan sampah ini selain bisa mengurangi beban sampah nasional juga bisa menjadi bahan baku energi yang lebih ramah lingkungan," ujar Ujang.
Ujang menjelaskan, KLHK bersama PLN juga juga tengah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah akhir (PLTSa). Memang untuk bisa mengoperasikan PLTSa ini masih memerlukan teknologi yang canggih, seperti RDF dan sistem pemanasan sampah untuk menjadi sumber energi.
Namun, dengan terjunnya PLN dalam memberikan pembinaan kepada mitra binaan, masyarakat mampu memilah sampah yang menjadi bagian terpenting.
Vice President Keselamatan dan Kesehatan Kerja PLN, Leiden Brix Hutapea menjelaskan, saat ini PLN memang sudah memiliki sekitar 100 mitra binaan dan 12 desa binaan yang fokus untuk mengelola sampah menjadi lebih tepat guna.
Pengelolaan sampah melalui program TJSL ini, salah satunya sudah berjalan di Nusa Tenggara Barat (NTB). PLN memiliki program yang memberdayakan masyarakat setempat mulai dari pemilahan sampah hingga mengolahnya menjadi pelet untuk tambahan bahan baku co-firing di PLTU.
"Selain bisa mengelola sampah sehingga lingkungan masyarakat menjadi lebih bersih. Pengelolaan sampah menjadi pelet ini juga bahkan bisa meningkatkan perekonomian warga karena produksi pelet dari sampah kami serap menjadi bahan tambahan dalam proses co-firing," kata Leiden.
Tak hanya di NTB, PLN saat ini telah menjalankan program co-firing di 20 PLTU yang tersebar di sejumlah lokasi, dengan konsumsi biomassa sebesar 149,466 ton. Dari co-firing ini, realisasi produksi listriknya mencapai 139,5 gigawatthour (GWh) pada september 2021. Targetnya, pada 2025, ada 52 PLTU yang akan menggunakan co-firing ini dengan proyeksi produksi listrik mencapai 10.601 GWh.
Dalam memenuhi kebutuhan bahan baku pelet untuk co-firing, PLN mengembangkan beberapa sumber biomassa seperti dari hutan tanaman energi sebesar 8 juta ton dan pelet sampah sebesar 1 juta ton.
Langkah ini juga sejalan dengan target pemerintah dalam pengurangan emisi untuk mencapai net zero carbon. Dengan teknik co-firing di PLTU ini, 12 juta ton emisi bisa berkurang.
"PLN bekerja sama dengan BUMN, BUMD dan kelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan biomassa. Hal ini diharapkan dapat memberdayakan dan menggerakan roda ekonomi masyarakat," ujar Leiden.
Selain itu, lanjut Leiden, PLN juga punya program bersama KLHK untuk mengatasi sampah di bantaran sungai Ciliwung. Dengan membangun Tempat Pengolahan Sampah, sampah di sekitaran bantaran sungai Ciliwung bisa diolah menjadi brisket dan bakan baku kompor.
"Langkah ini selain menjadi tanggung jawab keberlangsungan TJSL dalam melaksanakan nilai SDG's juga bisa bermanfaat bagi PLN sendiri dalam pemenuhan bahan baku co-firing. Di satu sisi, masyarakat juga jadi lebih peduli dengan lingkungan sekitar dan menjadikan sampah sebagai modal perekonomian," ujar Leiden. (tum)