KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO - Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) memberikan apresiasi terhadap langkah pemerintah yang menargetkan program Listrik Desa (Lisdes) 2025–2029 untuk melistriki 1,2 juta rumah tangga di 5.758 desa, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Menurut organisasi ini, upaya tersebut menjadi tonggak penting dalam memastikan hak masyarakat atas energi yang merata dan berkeadilan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Imbau Masyarakat Lebih Melek Prosedur Pemindahan Tiang Listrik
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai kebijakan itu bukan hanya sekadar proyek infrastruktur, melainkan simbol nyata kehadiran negara di tengah rakyat kecil.
“Melistriki daerah 3T berarti memberikan cahaya baru dalam arti yang sesungguhnya. Listrik bukan hanya soal terang di malam hari, melainkan peluang baru bagi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi lokal. Program ini harus dikawal secara serius agar manfaatnya tidak berhenti pada angka capaian, tetapi benar-benar dirasakan masyarakat,” ujar Tohom di Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Tohom menegaskan, keberhasilan Lisdes 2025–2029 akan ditentukan oleh sinergi lintas sektor, termasuk ketersediaan infrastruktur yang tepat guna.
Baca Juga:
Listrik Bersih Jadi Daya Tarik Buat Investor Asing, ALPERKLINAS Minta Dukungan Semua Pihak
Ia menekankan pentingnya penggunaan solusi campuran, baik sambungan on grid untuk wilayah dekat jaringan PLN maupun sistem off grid berbasis energi terbarukan di daerah yang sulit dijangkau.
“Pemerintah perlu memastikan bahwa solusi off grid yang digunakan tidak hanya cepat terpasang, tapi juga andal, mudah dirawat, dan terjangkau bagi masyarakat desa,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa konsumen listrik di wilayah pelosok seringkali menghadapi masalah tambahan seperti tarif tinggi karena keterbatasan pasokan atau kualitas jaringan yang tidak stabil.
“Masyarakat desa jangan hanya menjadi objek pembangunan, tetapi harus diperlakukan sebagai konsumen yang memiliki hak atas pelayanan listrik yang adil, terjangkau, dan berkualitas. Itulah yang akan menentukan apakah program Lisdes bisa disebut berhasil atau tidak,” tegas Tohom.
Lebih jauh, Tohom yang juga Mantan Ketua Badan Pembina Perkumpulan Konsuil dan Pendiri Komunitas Peduli Ketenagalistrikan Indonesia (Kopeklin) menilai, program ini sekaligus menjadi momentum untuk memperluas pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
Menurutnya, pembangunan PLTS perdesaan dan pemanfaatan energi lokal akan menjadi jawaban atas tantangan elektrifikasi di wilayah 3T yang kondisi geografisnya rumit.
“Kalau ini konsisten dijalankan, Lisdes akan memberikan dua manfaat sekaligus: akses energi yang lebih merata dan kontribusi nyata pada pengurangan emisi karbon,” tambahnya.
Tohom juga mengingatkan, keberhasilan program ini harus dilihat dari dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat desa.
“Jika setelah ada listrik, sekolah bisa beroperasi lebih lama, puskesmas punya peralatan yang lebih baik, dan UMKM desa lebih produktif, maka itu adalah tanda bahwa program ini sukses. Dengan kata lain, keberhasilan Lisdes bukan hanya terletak pada jumlah sambungan, tapi pada kualitas hidup yang meningkat,” tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot menegaskan bahwa program Lisdes 2025–2029 adalah wujud kehadiran negara dalam menjamin pemerataan akses energi.
Ia menyebutkan, tambahan sambungan listrik ini tidak hanya memberikan manfaat sosial, tetapi juga menggerakkan ekonomi lokal dan memperluas pemanfaatan energi terbarukan yang ramah lingkungan.
[Redaktur: Mega Puspita]