Ia juga menyoroti rencana pembangunan PLTS terapung seperti di Cirata yang dinilai sangat strategis.
Menurutnya, pemanfaatan lahan air untuk energi surya adalah terobosan yang patut diperluas karena menghindari konflik penggunaan lahan darat dan dapat digabungkan dengan upaya konservasi air.
Baca Juga:
RI Targetkan 30 PLTN hingga 2060, ALPERKLINAS Soroti Transfer Teknologi dan Kompetensi SDM
“Model seperti Cirata harus direplikasi. Potensi kita sangat besar. Bisa saja kita maksimalkan di waduk-waduk besar di Kalimantan, Sulawesi, bahkan Papua” tuturnya.
Tohom yang juga mantan Ketua ARDIN (Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Jasa Indonesia) ini menilai bahwa ke depan, pengadaan infrastruktur energi harus lebih transparan dan efisien agar manfaat EBT bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
Ia mengingatkan agar tidak ada permainan harga atau proyek yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Baca Juga:
Dampak Positifnya Sangat Luas, ALPERKLINAS Sebut Percepatan Regulasi Menentukan Kepastian Realisasi Energi Terbarukan
“Kalau proyek EBT ini dikawal dengan prinsip good governance, saya yakin akan banyak investor masuk dan biaya listrik nasional bisa ditekan drastis. Kita sudah terlalu lama disandera oleh harga listrik yang tidak efisien,” ujar Tohom.
Ia pun menambahkan bahwa program ini berpotensi besar membuka lapangan kerja baru di sektor manufaktur panel surya, konstruksi, hingga perawatan, bila ditata secara strategis dengan melibatkan industri dalam negeri.
“Jika dikaitkan dengan pemberdayaan UMKM dan teknologi lokal, energi surya akan menjadi alat pemberdayaan ekonomi rakyat, bukan sekadar proyek elite,” tegasnya.