“Pembangunan listrik harus menyentuh masyarakat paling bawah. Jangan sampai Rp 3.000 triliun dana investasi ini hanya menciptakan ketimpangan baru dalam hal akses energi. Kita perlu transisi yang adil, bukan hanya hijau di atas kertas,” tegasnya.
Aspek Hukum dan Pengawasan Proyek
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Institut Teknologi PLN (ITPLN) Buka Pendaftaran Beasiswa Gratis untuk Masyarakat Luas
Tohom yang juga Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Krisnadwipayana ini menyoroti pentingnya kepastian hukum dalam mendukung pelaksanaan RUPTL tersebut.
Menurutnya, regulasi yang solid akan menentukan keberhasilan transisi energi, terutama dalam hal pengawasan tarif, kontrak investasi, dan perlindungan konsumen.
“Transisi energi sebesar ini tidak cukup hanya dengan rencana teknis. Harus ada dasar hukum yang kuat agar tidak muncul konflik kepentingan. Pemerintah juga harus menjamin agar konsumen tidak menjadi korban lonjakan tarif akibat biaya investasi yang tidak terkendali,” ujarnya.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kerja Sama PLN dan Pemkab Gayo Lues dalam Pengembangan PLTMH Demi Kemandirian Energi
Ia juga menyoroti penggunaan teknologi penyimpanan energi seperti pumped storage dan baterai yang dinilai penting untuk menstabilkan sistem listrik berbasis EBT.
Namun ia meminta pemerintah lebih berhati-hati terhadap penggunaan pembangkit nuklir.
“Energi nuklir harus dikaji secara cermat. Kita belum memiliki kesiapan infrastruktur hukum, teknis, dan sosial yang memadai. Jangan sampai terburu-buru hanya demi mengejar target,” katanya.