KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta – Rencana PT PLN (Persero) untuk menggulirkan 4.000 proyek ketenagalistrikan hingga tahun 2034 mendapat dukungan dari Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS).
Organisasi ini menilai langkah PLN sejalan dengan kebutuhan memperkuat sistem kelistrikan nasional sekaligus mempercepat transisi menuju energi bersih yang inklusif dan berpihak pada konsumen.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Institut Teknologi PLN (ITPLN) Buka Pendaftaran Beasiswa Gratis untuk Masyarakat Luas
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menilai bahwa proyek-proyek tersebut merupakan langkah visioner PLN dalam menghadapi tantangan pasokan listrik masa depan.
Ia menegaskan pentingnya penguatan infrastruktur listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT), serta pemerataan akses listrik yang berkeadilan.
“Rencana 4.000 proyek ini menunjukkan bahwa PLN serius menjawab tuntutan masa depan yang semakin menantang. Ini bukan sekadar proyek teknis, melainkan upaya strategis untuk menjamin ketersediaan energi bersih yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Tohom, Minggu (8/6/2025).
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kerja Sama PLN dan Pemkab Gayo Lues dalam Pengembangan PLTMH Demi Kemandirian Energi
Ia menyambut positif komposisi bauran pembangkit dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, di mana 75% dari kapasitas baru berasal dari pembangkit EBT.
Tohom menyebut target tersebut sebagai "terobosan penting" dalam menjauhkan Indonesia dari ketergantungan pada energi fosil yang mencemari lingkungan.
Namun, Tohom juga mengingatkan agar mega proyek ini tidak hanya menguntungkan produsen besar atau investor swasta, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi konsumen, terutama di daerah terpencil dan pelosok.
“Pembangunan listrik harus menyentuh masyarakat paling bawah. Jangan sampai Rp 3.000 triliun dana investasi ini hanya menciptakan ketimpangan baru dalam hal akses energi. Kita perlu transisi yang adil, bukan hanya hijau di atas kertas,” tegasnya.
Aspek Hukum dan Pengawasan Proyek
Tohom yang juga Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Krisnadwipayana ini menyoroti pentingnya kepastian hukum dalam mendukung pelaksanaan RUPTL tersebut.
Menurutnya, regulasi yang solid akan menentukan keberhasilan transisi energi, terutama dalam hal pengawasan tarif, kontrak investasi, dan perlindungan konsumen.
“Transisi energi sebesar ini tidak cukup hanya dengan rencana teknis. Harus ada dasar hukum yang kuat agar tidak muncul konflik kepentingan. Pemerintah juga harus menjamin agar konsumen tidak menjadi korban lonjakan tarif akibat biaya investasi yang tidak terkendali,” ujarnya.
Ia juga menyoroti penggunaan teknologi penyimpanan energi seperti pumped storage dan baterai yang dinilai penting untuk menstabilkan sistem listrik berbasis EBT.
Namun ia meminta pemerintah lebih berhati-hati terhadap penggunaan pembangkit nuklir.
“Energi nuklir harus dikaji secara cermat. Kita belum memiliki kesiapan infrastruktur hukum, teknis, dan sosial yang memadai. Jangan sampai terburu-buru hanya demi mengejar target,” katanya.
Sebelumnya, EVP Strategic Risk Management Policy PLN, Daniel K. Fernando Tampubolon, mengungkapkan bahwa proyek ketenagalistrikan ini merupakan bentuk nyata dari desain besar pemerintah untuk menopang pertumbuhan ekonomi sebesar 8% sembari menjalankan agenda transisi energi.
“RUPTL ini saja mungkin consist of around 4.000 proyek atau lebih. Jadi, bisa dibayangkan kalau revolusi, memang kita secara fiskal pun akan mendapat pressure,” katanya dalam acara Human Capital Summit 2025 di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa total peluang investasi dalam RUPTL 2025–2034 mencapai Rp 2.967,4 triliun.
Dari jumlah tersebut, Rp 2.133,7 triliun dialokasikan untuk pembangunan pembangkit listrik, Rp 565,3 triliun untuk penyaluran (termasuk transmisi dan distribusi), serta sisanya Rp 268,4 triliun untuk komponen lainnya.
“Supaya proyek ini berjalan konsisten dan berkesinambungan, kita buat perencanaan rinci tanpa tumpang tindih. Tidak boleh ada kesan proyek ini hanya akal-akalan. Ini proyek strategis nasional,” tegas Bahlil.
Dari total investasi di sektor pembangkit, sekitar 73% atau Rp 1.566,1 triliun akan datang dari produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP), di mana sebagian besar diarahkan ke pengembangan EBT.
[Redaktur: Mega Puspita]