KonsumenListrik.WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kebutuhan investasi jumbo yang diajukan PT PLN (Persero) untuk membangun infrastruktur kelistrikan nasional menuai respons kritis dari kalangan masyarakat sipil.
Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mendesak pemerintah segera merumuskan regulasi yang mampu menciptakan skema pembiayaan inovatif dan berkeadilan.
Baca Juga:
PLN Rancang 'Wisata Energi Edukatif', ALPERKLINAS Sebut Sebuah Inovasi Bisnis Berkelanjutan
Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa kebutuhan dana sebesar Rp 2.721 triliun tidak boleh hanya menjadi beban BUMN maupun utang luar negeri semata.
“Negara tidak boleh hanya berpikir bagaimana mendapatkan uang, tapi harus menjamin bahwa investasi itu benar-benar berdampak positif bagi konsumen listrik. Pemerintah perlu hadir menciptakan regulasi yang mendorong partisipasi swasta nasional dan perlindungan hak konsumen secara seimbang,” ujar Tohom, Minggu (20/4/2025).
Tohom menilai, proyek ambisius seperti pembangunan supergrid sepanjang 48.000 hingga 63.000 kilometer dan pengembangan energi bersih seperti PLTA dan geothermal memang penting, namun harus dibarengi transparansi, akuntabilitas, serta strategi pembiayaan yang tidak membebani rakyat.
Baca Juga:
Terus Komit Lanjutkan Transisi Energi Bersih, ALPERKLINAS Apresiasi MoU PLN dengan MASDAR UEA untuk Pengembangan PLTS Terapung di Indonesia
“Kalau tidak ada regulasi yang menjamin fairness dalam investasi, kita berpotensi hanya jadi penonton proyek besar, sementara tarif listrik tetap mahal dan layanan stagnan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti perlunya mekanisme pengawasan yang melibatkan publik secara aktif agar proses pembangunan infrastruktur energi tidak meninggalkan masalah sosial dan lingkungan di daerah-daerah sumber daya.
Tohom yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Konsumen Listrik ini mengatakan bahwa keterlibatan publik dan pengawasan independen mutlak diperlukan demi menjaga agar transisi energi tidak hanya menjadi jargon elitis.
“Kebijakan kelistrikan nasional idealnya berjalan searah dengan kepentingan konsumen, bukan hanya kepentingan pemodal,” tambahnya.
Ia berharap pemerintah segera membentuk forum konsultatif antara regulator, pelaku industri, dan perwakilan konsumen guna menyusun peta jalan pendanaan energi yang berkelanjutan dan berpihak pada rakyat.
Sebelumnya, Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar, mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan investasi sebesar US$ 162 miliar atau sekitar Rp 2.721 triliun untuk membangun infrastruktur kelistrikan, termasuk proyek supergrid dan pembangkit energi hijau.
Dari jumlah tersebut, sekitar US$ 59 miliar atau Rp 991,20 triliun akan dialokasikan untuk sektor energi bersih seperti PLTA dan panas bumi.
Suroso menjelaskan bahwa masih terdapat mismatch antara lokasi sumber energi dan pusat permintaan.
Untuk itu, PLN akan membangun supergrid guna menjembatani kesenjangan tersebut. Potensi energi hidro yang sudah diidentifikasi disebut mencapai 29 GW, namun baru sekitar 5,8 GW yang dikembangkan sejauh ini.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]