“Kita harus pastikan bahwa biaya tambahan untuk mengadopsi listrik hijau tidak sepenuhnya dibebankan kepada konsumen akhir. PLN dan pemerintah perlu memastikan ada insentif atau skema yang adil, sehingga konsumen tetap terlindungi,” ujarnya.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, sebelumnya mengatakan bahwa REC menjadi solusi andal bagi industri dan bisnis yang ingin memastikan sumber listriknya 100 persen berasal dari pembangkit EBT.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Swasta Ikut Andil Dukung Energi Listrik Terbarukan di Indonesia
Sejak diluncurkan pada 2020, penjualan REC terus mencatat pertumbuhan signifikan dari 308.610 MWh pada 2021, melonjak menjadi 1.762.953 MWh di 2022, 3.543.638 MWh di 2023, dan 5.382.245 MWh di 2024. Hingga semester pertama 2025, angka penjualan telah mencapai 2.689.117 MWh.
PLN saat ini mengandalkan pasokan listrik hijau dari sepuluh pembangkit, di antaranya PLTP Kamojang, PLTP Ulubelu, PLTP Lahendong, PLTP Ulumbu, PLTA Cirata, PLTA Bakaru, PLTA Orya Genyem, PLTA Saguling, PLTA Mrica, dan PLTM Lambur.
Sebelumnya, sejumlah perusahaan besar seperti PT Cheil Jedang Indonesia, Nike, PT Asahimas Chemical, PT South Pasific Viscose, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT Air Liquide Indonesia, PT Smelting, PT Ceria Metalindo Prima, PT Frisian Flag Indonesia, PT Ajinomoto Indonesia, dan PT HM Sampoerna Tbk telah menjadi pelanggan listrik hijau PLN.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dukung Pembangunan PLTSa di 33 Kota, Ubah 70 Juta Ton Sampah Jadi 6.000 MW Listrik Per Tahun
Head ID SMS Department PT HM Sampoerna Tbk, Imron Hamzah, menyebut kerja sama dengan PLN yang sudah berjalan tiga tahun mendukung visi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan.
General Manager PT Inecda Plantation, Khamdi, juga menegaskan kolaborasi ini membantu mengurangi emisi karbon dan mendukung penerapan prinsip ESG.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]