Konsumenlistrik.com | Sebagai andalan mengejar bauran EBT 23% di tahun 2025, PLTS Atap ditargetkan bisa terpasang mencapai 3,6 Giga Watt (GW).
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah memompa pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Baca Juga:
Pegang Indikasi Kuota Awal Pasang, Kementerian ESDM dan PLN Antisipasi Masuknya Daya Listrik Intermiten dari PLTS Atap
Untuk mendukung itu, pemerintah terus gencar mempromosikan pemasangan PLTS Atap baik di kalangan rumah tangga maupun industri. Lantas berapa sih biaya yang dibutuhkan bagi calon konsumen yang tertarik memasang PLTS Atap?
Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, membeberkan biaya yang dibutuhkan untuk pemasangan PLTS Atap per 1 kilo Watt peak (kWp) atau setara 1.000 Watt saat ini sebesar Rp 14 juta - Rp 17 juta.
"Angkanya di Rp 14 juta, sampai Rp 17 juta per kilo Watt peak (kWp). Tergantung kapasitas. Sudah termasuk dengan converter segala macam tapi di luar membeli meteran, Rp 1,7 juta yang harus dibeli ke PLN," kata Dadan dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (9/5/2022).
Baca Juga:
Pasang PLTS Atap Ada Sistem Kuota, Ini Tujuannya
Menurut Dadan, angka belasan juta ini sebenarnya sudah cukup menarik bagi konsumen rumah tangga. Apalagi jika dibandingkan mereka harus membeli listrik dari PLN.
"Untuk industri bukan ini saja yang dibandingkan, saya sekarang ini industri ini memakai listrik yang terbarukan dan ini penting untuk proses-proses di industri mereka. untuk ekspor itu kan sekarang ditanya ya listriknya," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif berharap Peraturan Menteri ESDM No 26/2021 tentang PLTS Atap bisa mendorong peningkatan jumlah pengguna PLTS Atap. Pasalnya, pada 2022 ini ditargetkan kapasitas PLTS Atap dapat meningkat menjadi 450 MW, kemudian naik lagi menjadi 900 MW pada 2023, 1.800 MW pada 2024, dan akhirnya bisa mencapai 3.600 MW pada 2025.
"PLTS Atap 3,6 GW akan mampu memberikan dampak positif secara nasional, adanya potensi tenaga kerja lebih dari 120 ribu orang, adanya peningkatan investasi Rp 50 triliun untuk pembangunan fisik kWh ekspor-impor," papar dia.
Selain itu, dengan dibangunnya PLTS Atap, terutama di skala industri, ini bisa menghindari pengenaan pajak karbon (carbon tax) di tingkat global karena saat ini sejumlah negara ramai-ramai mengutamakan produk hijau yang berbasis energi baru terbarukan (EBT) dan akan mengenakan pajak karbon bagi yang produknya tidak berasal dari EBT atau berasal dari energi fosil yang dikenal sebagai energi kotor.
"Ini juga bisa menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 4,5 juta ton CO2," ujarnya.
Guna menarik konsumen untuk mau memasang PLTS Atap, maka pemerintah telah menyusun inovasi pembiayaan, salah satunya berupa insentif pembiayaan PLTS Atap yang berasal dari dana hibah Sustainable Energy Fund (SEF).
Program dana hibah ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian ESDM dengan UNDP yang baru saja diluncurkan pada hari, Kamis (10/02/2022).
Insentif ini akan diberikan langsung ke pelanggan PLN yang memasang PLTS Atap melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) ke rumah tangga, sosial, bisnis, dan industri yang berfokus pada UMKM. [tum]