Konsumenlistrik.com | PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membantah pegawainya diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap Buru Selatan, dalam pemeriksaan di Kantor Mako Satuan Brimobda Polda Maluku, di Tantui, Kota Ambon, Provinsi Maluku.
“Jadi yang bersangkutan itu tenaga pihak ketiga yang dipekerjakan di PLN,” kata Manajer Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Hairul Hatala, saat dihubungi melalui WhatsApp, di Ambon, Jumat.
Baca Juga:
Waspada Banjir, Ini Tips Amankan Listrik saat Air Masuk Rumah
Ia menegaskan, di PLN sendiri memiliki banyak program salah satunya Program Sistem Manajemen Antipenyuapan (Smap).
“Kalau untuk karyawan sendiri kami sudah dibekali oleh banyak sistem-sistem yang bisa dibentengi. Kami juga sering melapor kekayaan atau pendapatan per bulan atau per tahunnya. Cuma kalau untuk tenaga-tenaga pihak ketiga ini, itu di luar jangkauan dan di luar kendali kami,” ujarnya pula.
Dia berharap, karyawannya tidak akan pernah terjerumus dalam hal-hal yang bersangkutan dengan penyuapan.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
“Insya Allah, karyawan PLN, jangankan kena, mendekati pun hal-hal seperti itu Insya Allah tidak akan,” kata Hairul.
Sebelumnya dari hasil laporan KPK, 10 saksi saat ini telah diperiksa di Markas Brimob Polda Maluku, salah satunya tercatat karyawan PLN Namrole bernama La Amin.
Dalam penyidikan kasus suap proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan tersebut, Wakil Bupati Buru Selatan Gerson Eliezer Selsily bersama 12 orang lainnya menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap, gratifikasi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan pada tahun 2011-2016 pada Rabu (26/1) .
Mereka adalah Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) mantan Bupati Buru Selatan, dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta sebagai penerima suap, serta Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta sebagai pemberi suap.
Dalam konstruksi perkara, Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga memberikan perhatian lebih untuk berbagai proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan, bahkan sejak awal menjabat.
Diduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee senilai 7 hingga 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Khusus untuk proyek dari dana alokasi khusus, besaran fee ditetapkan sekitar 7 sampai 10 persen dan ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam Kota Namrole pada tahun 2015 bernilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam Kota Namrole (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar. [tum]